Selasa, 20 September 2016

KONSEP INTEGRASI TERNAK DI INDONESIA


KONSEP INTEGRASI TERNAK DI INDONESIA 


Pengembangan komoditas  kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun, terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama 2004-2014 sebesar 7,67%, sedangkan produksi kelapa sawit meningkat rata-rata 11,09% per tahun. Peningkatan luas areal tersebut disebabkan oleh harga CPO yang relative stabil di pasar internasional dan memberikan pendapatan produsen khususnya petani yang cukup menguntungkan . Berdasarkan buku statistic komoditas kelapa sawit terbitan Ditjen Perkebunan, pada tahun 2014 luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta Ha dengan produksi 29,3 juta ton CPO. Luas areal menurut status pengusahaannya milik rakyat (perkebunan rakyat) seluas 4,55 juta Ha atau 41,55% daritotal luas areal, milik negara (PTPN) seluas 0,75 juta Ha atau 6,83% dari total luas areal, milik swasta seluas 5,66 juta Ha atau 51,62% swasta terbagi menjadi dua yaitu swasta asing seluas 0,17% juta Ha atau 1,54% dan sisanya adalah miik local.

Tanaman kelapa sawit tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, Provinsi Riau padatahun 2014 dengan luas areal 2,30 juta Ha merupakan Provinsi yang mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul berturut-turut provinsi Sumatera Utara seluas 1,39 juta Ha, Provinsi Kalimantan tengah seluas 1,16 juta Ha dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan  yang mempunyai peran penting bagi subsector perkebunan. Pengembangan kelapa sawit member manfaat dalam peningkatan pendapatan petani, masyarakat dan menyediakan kesempatan kerja.  Pengeloaan Tanaman Terpadu (PTT) atau Integrated Crop Management (ICM) adalah upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan secara berkelanjutan dengan memperhatikan sumber daya yang tersedia serta kemauan dan kemampuan pengeloaan tanaman terpadu.  Sedangkan pengelolaan ternak terpadu untuk peternakan dimana ada hubungan timbale balik antara pertanian dan peternakan. Sistem integrasi Tanaman-Ternak adalah intensifikasi system usahatani melalui pengelolahan sumber daya alam dan lingkungan  secara terpadu dengan komponen ternak sebagai bagian kegiatan usaha.
Konsep Dan Keunggulan Sistem Integrasi Tanaman Ternak
Ciri utama integrasi tanaman ternak adalah adanya keterkaitan yang saling mengguntungkan antara tanaman dan ternak. Petani memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organic untuk tanamannya, kemudian memanfaatkan limbah pertanian sebagai pekan ternak. Pada model integrasi tanaman ternak , adanya pemanfaatan limbah adalah mampu meningkatkan ketahanan pecan khususnya pada musim kemarau, juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari rumput, sehingga memberi peluang bagi ppetani untuk meningkatkan jumlah skala pemeliharaan ternak. Pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk organic di samping mampu menghemat pengunaan pupuk anorganik, juga sekaigus mampu memperbaiki struktur dan ketersediaan unsur hara tanah. Dampak ini terlihat dengan meningkatnya produktivitas lahan. Hasil kajian Adnyana, et al. (2003) menunjukkan bahwa model CLS yang dikembangkan petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur mampu mengurangi penggunaan puuk anorganik 23-35% dan meningkatkan produktifitas 20-29%.
·         Tujuan Integrasi Tanaman Ternak :
Menurut Robi, sistem integrasi  tanaman ternak dilaksanakan dengan tujuan untuk mendukung program pemerintah dalam ketahanan pangan (beras) dan swasembadaging nasional, mendukung upaya mempertahankan dan sekaligus memperbaiki struktur dan tekstur lahan pertanian serta menyediakan unsure hara yang dibituhkan tanaman pertanian yang seimabang mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman padi (sebagai produk utama) dan daging (sebagai produk ikutan), peningkatan populasi ternak sapi serta meningkatkan pendapatan petani.
·         Pola Pengembangan Usahatani Integrasi Tanaman Ternak :
Keberhasilan usahatani integrasi tanaman ternak sifatnya sangat kondisional, pendekatan usahatani integrasi tanaman ternak disuatu wilayah berbedda dengan wilayah lainnya. Senagai implementasi dalam pengembangan usahatani integrasi tanaman ternak berbasis padi pada lahan sawah irigasi dapat di tempuh melalui dua pendekatan yaitu pendekatan “in situ dan pendekatan “ex situ”.
Pola pengembangan dengan pendekatan in-situ yaitu ternak yang usahkan secara fisik berada dalam hamparan usahatani padi. Hal ini dimaksudkan agar limbah jerami ppadi yang akan dijadikan pekan ternak tidak memerlikan biaya yang tinggi  dan tenaga yang banyak pengakutannya. Begitu juga kompos hasil fermentasi dapat dengan mudah didistribusikan ke lahan sawah. Dengan demikian akan diperoleh efesiensi yang tinggi.
Pola pengembangan dengan pendekatan ex-situ yaitu ternak (sapi) dipandang sebagai pabrik pengolah limbah pertanian. Lahan sawah dipandang sebagai penyedia utama  pakan ternak (jerami). Wujud keterkaitan antara tanaman dengan ternak terletak pada kompos yang dihasilkn oleh ternak kompos ini dikembalikan ke tanah untuk perbaikan kesuburan tanah baik secara fisik maupun kimia. Sasaran pengembangan usahatani integrasi tanaman ternak secara ex-situ adalah pemodal besar. Keuntungan yang diperoleh bagi pengusaha ini adalah selain dari ternaknya sendiri keuntungan yang lebih besar adalah dari pengusahaan kompos. Apabila usahatani integrasi tanaman ternak ex-situ dapat  dilaksanakan maka daya dukung jerami  adalah untuk 150.000-200.000 ekorsapi/tahun. Sementara kompos yang dihasilkan dari 1 ekor sapi pertahun adalah 2 ton. Jadi kompos yang dihaasilkan seluruhnya adalah 300.000.
Solusi Terhadap Permasalahan Integrasi Peternakan dengan Persawahan Integrasi peternakan dengan pesawahan tidak lepas dari permasalahan dalam menjaakannya. Adapun solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Ternak sapi bila dipelihara dengan system tata laksana dan manajemen yang baik akan memberikan keuntungan antara lain keturunan  atau tenaga kerja dan ktoran sebagai bahan pembuat kompos. Untuk meningkatankan pemanfaatan dan nilai tambah kotoran ternak maka diperlukan teknologi embuatan kompos. Tanaman padi disamping menghasilkan gabah ( beras, dedak ) dan juga jerami  padi sebagai pakan ternak. Untuk memperoleh jerami padi dengan pakan ternak yang berkualitas maka diperlukan proses pembuatan dengan cara fermentasi . Visitor Plot merupakan percontohan pelaksanaan kegiatan sistem integrasi padi - ternak yang dioperasionalisasi dari hasil beberapa penelitian/ kajian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kegiatan visitor  plot dimulai dari proses pengolahan tanah, proses pemupukan, proses  pembuatan fermentasi jerami padi, tatalaksana pemeliharaan ternak dan pembuatan kompos yang proses pembuatannya ( fermentasi jerami padi dan kompos)
2.      Solusi untuk lahan melalui kelestarian Sumber daya alam yang ada. Populasi sapi potong di Cianjur cenderung meningkat meskipun dengan laju rendah Produksi lahan persawahan sebagai penghasil pangan perlu dipertahankan melalui penanganan mutu fisika, kimia dan mikrobilogi tanah sehingga kesehatan tanah dapat meninjang kebutuhan tanaman padi dengan baik. Penggunaan pupuk organic secara terus-menerus dalam jangka waktu lama ternyata dapat menyebabkan perubahan struktur tanah yang cenderung membuat kondisi tanah yang pada akhirnya tidak mampu lagi mengikat unsur hara dengan baik. Pada kondisi seperti ini kemungkinan terjadi in efisiensi  pemanfatan unsure hara menjadi lebih besar. Salah satu cara untuk mengembalikan kesehatan tanah adalah melalui perbaikan struktur tanah dan  pemenuhan mikro biologi tanah. Penggunaan pupuk organic pada lahan  persawahan memberikan peluang untuk menambah kandungan bahan organic tanah serta mikrobilogi tanah. Dengan penggunaan pupuk organic juga diharapkan akan mengurangi  biaya pupuk an organic. Dalam kaitannya dengan penyediaan pupuk organic tersebut, maka pemeliharaan sapi pada kawasan persawahan memberikan  peluang besar untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada pada kawasan tersebut, misalnya jerami padi yang dapat digunakan sebagai pakan sapi yang pada gilirannya sapi akan menghasilkan kotoran yang dapat diproses menjadi pupuk organic. Dengan demikian pada kawasan persawahan tersebut selain menghasilkan pangan dalam bentuk beras juga akan mampu menghasilkan daging. Lahan pertanian memerlukan pupuk organic untuk mempertahankan kesehatan tanah serta kecukupan untur hara tanaman.
3.      Untuk meningkatkan kualitas jerami padi perlu dilakukan proses fermentasi terbuka selama 21 hari. Hal ini dilakukan dengan menggunakan probiotik (starbio) sebagai pemicu proses pemecahan komponen serat dalam jerami  padi, sehingga akan lebih mudah dicerna oleh ternak. Proses fermentasi terbuka ini dapat dilakukan sebagai berikut : pembuatan jerami padi fermentasi dilakukan pada tempat yang terlindung dari hujan maupun sinar matahari langsung. Proses pembuatan dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap fermentasi dan tahap pengeringan dan penyimpanan. Pada tahap pertama, jerami padi yang padi yang baru dipanen dari sawah dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan dan diharapkan masih mempunyai kandungan air sekitar 65 %. Bahan yang digunakan dalam proses fermentasi adalah urea dan pribiotik (starbio), yaitu campuran dari berbagai mikro organisme yang dapat membantu pemecahan komponen serat dalam  jerami padi tersebut. Jerami segar yang akan dibuat menjadu jerami padi fermentasi ditimbun dengan ketebalan + 20 cm, kemudian ditaburi dengan urea dan probiotik secukupnya dan diteruskan dengan lapisan timbunan  jerami padi berikutnya yang juga setebal sekitar + 20 cm. Demikian seterusnya sehingga ketebalan tumpukan jerami padi mencapai sekitar 1 .
                                                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar