Rabu, 14 September 2016

PEMANFAATAN Sabadilla SEBAGAI PESTISIDA ALAMI

PEMANFAATAN Sabadilla SEBAGAI  PESTISIDA ALAMI
TUGAS
OLEH :
GOODMAN TAMPUBOLON/ 140301141
TAMBUN SIHOTANG /140301149



logo FP USU I.jpg




M A T A  K U L I A H  P E R T A N I A N O R G A N I K
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan kasih dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan  tugasini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari tugas ini adalah “pemanfaatan sabadilla sebagai  pestisida alami merupakan tugas yang diberikan oleh Dosen Pengajar mata kuliah Penyuluhan  Pertanian untuk dapat memenuhi komponen penilaian mata kuliah Pertanian Organik, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
Sebagai wujud rasa syukur dan cerminan seorang anak sekaligus mahasiswa yang berbakti, penulis ingin mencucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang tanpa lelah terus berusaha menguliahkan penulis agar menjadi seorang yang berguna kelak, juga kepada dosen pengajar mata kuliah Pertanian Organik, serta seluruh pihak yang membantu pernulis menyelesaikan tugas ini
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dari pembaca yang bersifat membangun agar penulis dapat lebih baik lagi kedepannya ini dan semoga tugas ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
                                                                                                Medan,  April  2016
                                               
                                                                                                              Penulis

PENDAHULUAN
Banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida kimia, mendorong dibuat kesepakatan internasional untuk memberlakukan pembatasan penggunaan bahan-bahan kimia pada proses produksi terutama pestisida kimia sintetik dalam pengendalian hama dan penyakit di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan dan mulai mengalihkan kepada pemanfaatan jenis-jenis pestisida yang aman bagi lingkungan. Kebijakan ini juga sebagai konsekuensi implementasi dari konferensi Rio de Jainero tentang pembangunan yang berkelanjutan.           
Kebijakan ditingkat internasional telah mendorong pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan nasional dalam perlindungan tanaman, untuk menggalakkan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan mengutamakan pemanfaatan agens pengendalian hayati atau biopestisida termasuk pestisida nabati sebagai komponen utama dalam sistem PHT yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1995. Karena pemanfaatan agens pengendalian hayati atau biopestisida dalam pengelolaan hama dan penyakit dapat memberikan hasil yang optimal dan relatif aman bagi makhluk hidup dan lingkungan. Dalam perkembangannya, kemudian dilakukan pengurangan peredaran beberapa jenis pestisida dengan bahan aktif yang dianggap persisten, yang antara lain dituangkan melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 473/Kpts/Tp.270/6/1996.
Dalam era globalisasi, kebijakan ini juga sebagai salah satu syarat untuk kualitas produk ekspor, sehingga meningkatkan daya saing produk kita, baik di pasar lokal, regional maupun di pasar internasional. Terkait dengan hal tersebut, kemudian para peneliti di bidang kehutanan khususnya peneliti perlindungan hutan mulai tertarik untuk melakukan penelitian dan pemanfaatan biopestisida dan pestisida nabati dalam kegiatan perlindungan hutan. Walaupun sampai saat ini penelitian dan pemanfaatan biopestisida, khususnya pestisida nabati masih terbatas pada skala laboratorium dan persemaian, namun peluang dan prospek pemanfaatan biopestisida dalam pengendalian hama dan penyakit cukup menjanjikan karena beberapa keunggulan yang dimilikinya.
Pada umumnya, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Menurut FAO (1988) dan US EPA (2002), pestisida nabati dimasukkan ke dalam kelompok pestisida biokimia karena mengandung biotoksin. Pestisida biokimia adalah bahan yang terjadi secara alami dapat mengendalikan hama dengan mekanisme non toksik.
Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggunya. Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Tumbuhan sebenarnya kaya akan bahan bioaktif, walaupun hanya sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi sesungguhnya
jumlah bahan kimia pada tumbuhan dapat melampaui 400.000. Grainge et al., 1984 dalam Sastrosiswojo (2002), melaporkan ada 1800 jenis tanaman yang mengandung pestisida nabati yang dapat digunakan untuk pengendalian hama. Di Indonesia, sebenarnya sangat banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati, dan diperkirakan ada sekitar 2400 jenis tanaman yang termasuk ke dalam 235 famili (Kardinan, 1999). Menurut Morallo-Rijesus (1986) dalam astrosiswojo (2002), jenis tanaman dari famili Asteraceae, Fabaceae dan Euphorbiaceae, dilaporkan paling banyak mengandung bahan insektisida nabati.

Sabadilla cevadilla
Sabadilla. Cevadilla.-Benih masak kering Schoenocaulon officinale (Schlecht.) A. Gray [Sagrada officinalis (Rantai. Dan Schlecht.) Lindl.], Yang diakui oleh Br. Pharm. dari tahun 1885. Pada suatu waktu cevadilla umumnya diyakini berasal dari Veratrum Sabadilla Schiede. tanaman tumbuh di Andes Meksiko dan di pegunungan Guatemala dan Venezuela. Hal ini juga dibudidayakan. Buah adalah kapsul memiliki tiga locules di masing-masing ada 3-4 biji. Sebuah kemiripan, ada atau seharusnya, antara buah ini dan bahwa jelai dikatakan telah memunculkan nama cevadilla Spanyol, yang merupakan kecil jelai. Benih-benih tersebut memanjang, menunjuk pada setiap akhir, datar di satu sisi dan cembung di sisi lain, agak melengkung, 5 sampai 8 mm. panjang, keriput, sedikit bersayap, hitam atau coklat tua di luar, keputihan dalam, keras, yg tdk berbau, dan rasa sangat tajam, membakar, dan tahan lama. sabadilla plant
Sabadilla (Schoenocaulon officinale) Ini adalah tanaman bersifat insektisidal yang terutama terkenal di Venesuela, Kolombia dan Meksiko. Di Peru tanaman ini konon diintroduksikan sebelum tahun 50-an agar dapat mengendalikan infeksi kulit karena Sabadilla membunuh kutu dan tungau. Setelah introduksi DDT di negara ini, penggunaan tanaman ini menurun terus, sampai pada hari ini sifat insektidalnya nyaris diketahui oleh petani dan karyawan muda di bidang pertanian. Petani menyatakan bahwa tanaman ini sedang hilang oleh karena kebakaran dan hanya masih dapat ditemukan di daerah yang berbukit dan bermutu rendah. Sabadilla adalah tanaman tetap hijau yang termasuk keluarga bunga iris. Yang mempunyai sifat insektisidal adalah biji yang matang. Hama yang utama dikendalikannya adalah kutu, fall army worm (semacam ulat) corn borers (semacam penerowong jagung), tungau, trip, kutu daun dan kacoa (Gaby Stoll. 2000)
Campuran  minyak mentah alkaloid dari biji Sabadilla, Schoenocaulon officinale Abu-abu (Liliaceae),telah digunakan sebagai insektisida sejak prasejarah kali dan secara luas digunakan sebagai komersialinsektisida sampai mereka digantikan oleh  insektisida sintetis setelah Perang Dunia II (untuk tinjauan lihat Crosby 1971). Komponen utama dari fraksi insektisida Sabadilla yang cevadine dan veratridine, yang masing-masing merupakan ester daristeroid alkanolamina, veracevine. Sejumlah  alkaloid terkait terjadi pada Sabadilla, tetapi pada jauh lebih rendah konsentrasi (Holan et al. 1984). evaluasi sebelumnya dari toksisitas cevadine dan veratridine untuk serangga menunjukkan bahwa meskipun keduanya lebih beracun dari veracevine, toksisitas relatif mereka spesies-spesifik. Veratridine lebih beracun dari cevadine untuk lalat rumah, Musca domestica L. (Ikawa et al. 1945, Bergmann et al. 1958), tapi cevadine lebih beracun daripada veratridine baik dengan besar milkweed bug, Oncopeltus fasciatus (Dallas), danbelalang redlegged, Melanoplus femurrubrum(De Geer) (Allen et al. 1945).
Sabadilla adalah tanaman beracun yang ditemukan tumbuh secara alami di Amerika Tengah dan Meksiko. Seorang anggota keluarga lily, Sabadilla juga dapat dibudidayakan di berbagai belahan Amerika Utara dan Selatan. Tanaman ini tidak hanya insektisida populer, tetapi juga membentuk dasar untuk obat homeopati dengan nama yang sama.
PENGELOLAHAN HAMA TERPADU  menyiratkan bahwa teknik yang digunakan untuk mengelola satu spesies hama harus  tidak mengganggu teknik yang digunakan untuk mengelola hama lainnya dari tanaman yang sama. Secara khusus, pilihan pestisida untuk pengelolaan hama terpadu diatur tidak hanya oleh pertimbangan khasiat terhadap menargetkan hama, tetapi juga oleh pertimbangan dari efek pada agen kontrol biologis dari kedua target dan non target hama.

KESIMPULAN
1.      Pada umumnya, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan
2.      Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu.
3.      Sabadilla (Schoenocaulon officinale) adalah tanaman bersifat insektisidal yang terutama terkenal di Venesuela, Kolombia dan Meksiko. Di Peru tanaman ini konon diintroduksikan sebelum tahun 50-an agar dapat mengendalikan infeksi kulit karena Sabadilla membunuh kutu dan tungau.
4.      Sabadilla adalah tanaman beracun yang ditemukan tumbuh secara alami di Amerika Tengah dan Meksiko.
5.      Sabadilla (Schoenocaulon officinale) mengandung 2 jenis bahan alkaloid yaitu cavadine dan veratridine.










DAFTAR PUSTAKA
Allen, T. C., K. O. Link, M. Ikawa, and L. K. Brunn. 1945.  The relative
effectiveness of the principle alkaloidsof sabadilla seed. J. Econ. Entomol. 38: 293-296.
Bellows, T. S., J. G. Morse, D. G. Hadjidemetriou,and Y. Iwata. 1985. Residual toxicity offour insecticides used for control of citrus thrips (Thysanoptera: Thripidae) on three beneficial species in a citrus agroecosystem. J. Econ. Entomol. 78: 681-686.
Crosby, D. G. 1971. Minor insecticides of plant origin, pp. 177-239. In M. Jacobson and D. G. Croshy [eds.], Nahlrally occurring insecticides. Marcel Dekker, New York.
Ikawa, M., R. J. Dicke, T. C. Allen, and K. P. Link. 1945. The principal alkaloids of sabadilla seed and their toxicity to Musca dOlllestica L. J. BioI. Chem. 159: 517-524.
Walton, R. R. 1947. Effects of chlorinated hydrocarbons and sabadilla on insects and plants. J. Econ. Entomol. 40: 389-395.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar