Kumbang Tinja
Scarabaeids (Scarabaeids Dungbeetles ) Sebagai Biondikator Kepunahan Jenis
Jenis Satwa Liar
TUGAS
Oleh:
GOODMAN TAMPUBOLON
140301141
AGROEKOTEKNOLOGI-3B
MATA KULIAH AMDAL PERTANIAN DAN PENGELOLHAN LIMBAH
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
Kumbang Tinja
Scarabaeids (Scarabaeids Dungbeetles ) Sebagai Biondikator Kepunahan Jenis
Jenis Satwa Liar
Latar
belakang
Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan
hilangnya sumber daya air, udara, dan tanah; kerusakan ekosistem dan punahnya fauna liar. Kerusakan lingkungan terdiri dari berbagai
tipe. Ketika alam rusak dihancurkan dan sumber daya menghilang, maka lingkungan
sedang mengalami kerusakan. Kerusakan lingkungan juga akan mempengaruhi jenis
satwa satwa liar yang ada di bumi pertiwi . pencemaaran udara, penebangan hutan
secara liar,dan perburuan liar menjadi agen tetap pengurang jenis satwa
liar.adapaun satwa liar adalah Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan
atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas. Dalam ekosistem alam,
satwa liar memiliki peranan yang sangat banyak dan penting, salah satunya
adalah untuk melestarikan hutan.
Tingkat cemaran dapat diketahui bila
dilakukan dengan metode fisik dan kimia. Cara ini relatif sederhana, tetapi
karena tidak dilakukan secara kontinyu hasilnya hanya memberikan data sesaat,
pada hal terjadinya pencemaran berlangsung secara kontinyu. Uji hayati yang
menggunakan serangga indikator lebih dapat memberikan data cemaran daripada
metode fisik dan kimia. Sebab serangga mengalami cemaran secara terus menurus
sepanjang masa hidupnya. (Sudaryanti dkk., 2000).
Bioindikator adalah
organisme yang memberi petunjuk tentang lokasi (lokasi geografis suatu tempat),
status (petunjuk keadaan suatu saat), dan kualitas
lingkungan. Dalam hal ini salah contoh bioindi kator
adalah kumbang tinja (dung beetles).Kumbang tinja (dung beetles) merupakan anggota
kelompok Coleoptera dari suku Scarabaeidae yang lebih dikenal
sebagai scarab. Sebagai suatu indikator kelimpahan jenis. Bila jenis dari Dung
beetle banyak terdapat disuatu tempat maka jenis satwa liar yang terdapat
ditempat yang samajuga akan beragam. Karena feses yang dikeluarkan oleh
satwa-satwa tersebut akandiuraikan oleh masing-masing jenis dari Dung
beetle.
Kumbang
Tinja Scarabaeids (Scarabaeids Dungbeetles ) Sebagai Bioindikator Kepunahan
Jenis Jenis Satwa Liar
Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di
darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia
(Departemen Kehutanan, Undang – undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya)
Terbakarnya
Hutan pada setiap musim kemarau baik yang terjadi secara alami maupun akibat
aktivitas pembukaan lahan oleh manusia, sangat merusak habitat satwa liar
tersebut. bahkan tak jarang satwa-satwa liar tersebut yang ikut mati terbakar.
Adanya manusia terkadang menjadi malapetaka bagi keseimbangan makhluk hidup di
suatu tempat. Manusia kadang untuk mendapatkan sesuatu yang berharga rela
membunuh secara membabi buta tanpa memikirkan regenerasi hewan atau tumbuhan
tersebut. Gajah misalnya dibunuhi para pemburu hanya untuk diambil gadingnya,
harimau untuk kulitnya, monyet untuk dijadikan binatang peliharaan, dan lain
sebagainya.
Perubahan
areal hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan juga menjadi salah satu
penyebab percepatan kepunahan spesies tertentu. Mungkin di jakarta jaman dulu
terdapat banyak spesies lokal, namun seiring terjadinya perubahan banyak
spesies itu hilang atau pindah ke daerah wilayah lain yang lebih aman.
Perburuan
terhadap satwa liar sebenarnya telah dimulai dari jaman nenek moyang kita.
Namun pada jaman itu nenek moyang kita berburu binatang untuk dikomsumsi.
Berbeda dengan jaman sekarang, berburu binatang liar tujuan utamanya tidak lagi
untuk di komsumsi, tapi untuk di ambil bagian tubuhnya untuk dibuat kerajinan
seperti kerajinan kulit dan lain-lain. dan yang lebih parah lagi ada juga yang
berburu satwa liar hanya untuk hobi.
Besarnya
potensi keuntungan yang diperoleh dari perdangan satwa liar khusunya satwa
langka telah mendorong meningkatnya aktivitas perdagangan satwa. Semakin langka
satwa tersebut maka harganya akan semakin mahal. Ini merupakan ancaman yang
sangat serius bagi kelestarian satwa liar terutama satwa-satwa yang sudah
langka.
Untuk
mengetahui jumlah atau populasi dari satwa lliar yang ada di ekosistemnya kita
tidak perlu menghitung satu persatu. Kita hanya perlu melihat bioindikator dari
satwa liar tersebut. Salah satu bioindikatornya adalah kumbang kotoran .
Keanekaragaman kumbang kotoran di
Indonesia sangat tinggi dan memiliki endemisme jenis pada setiap pulau.
Spesies kumbang kotoran Scarabaeidae ditemukan 1500 spesies di Indonesia dan
hingga kini baru sekitar 450 jenis dideskripsi (Hanski & Krikken 1991). Sebagian
besar Scarabaeidae terutama sub famili Scarabaeinae berasosiasi dengan kotoran
mamalia (sapi,kerbau, gajah, rusa, beruang), unggas (ayam, burung) dan manusia.
Kumbang-kumbang ini mudah
dikenali dengan bentuk tubuhnya yang cembung, bulat telur atau memanjang
dengan tungkai bertarsi 5 ruas dan sungut 8-11 ruas dan berlembar. Tiga
sampai tujuh ruas terakhir antena umumnya meluas menjadi struktur-struktur
seperti lempeng yang dibentangkan sangat lebar atau bersatu membentuk satu
gada ujung yang padat. Tibia tungkai depan membesar dengan tepiluar bergeligi
atau berlekuk. Pada kelompok kumbang pemakan tinja bentuk kaki ini khassebagai
kaki penggali (Borror et al., 1989).
Dung beetle merupakan
jenis kunci (keytone species) pada suatu ekosistem. Dalam suatu ekosistem
hutan, setiap jenis satwa liar mempunyai daerah distribusi atau relung dan
kelimpahan yang berbeda-beda pada suatu lingkungan, sehingga keberadaannya akan
mempengaruhi keragaman dan kelimpahan Dung beetle scarabeids (Cambefortand
Hanskin, 1991). Tingginya keragaman jenis satwa akan mengakibatkan pada
tingginya keragaman jenis Dung beetle, sertatingginya populasi satwa
akan mengakibatkan pada tingginya populasi Dung beetle yang memakannya.
Davis dan Sulton (1998) menyatakan bahwa Dung beetle penting sebagai
indikator biologi, dimana pada lingkungan yang berbeda akan mempunyai struktur
dan distribusi Dung beetle yang berbeda pula.
Semua kumbang tinja
adalah scarab tetapi tidak semuascarab merupakan kumbang
tinja. Dari berbagai spesies kumbang yang sering ditemukan pada kotoran
hewan, yang termasuk kumbang tinja sejati adalah dari
superfamili Scarabaeoidea famili Scarabaeidae, Aphodiidae dan Geotrupidae
(Cambefort 1991). Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 1000 jenis
kumbang scarab (Noerdjito, 2003)
Kumbang tinja scarabaeids (scarabaeids dungbeetles)
merupakan salah satu kelompok dalamfamili Scarabaeidae (Insecta: Coleoptera)
yang dikenal karena hidupnya pada tinja. Anggota dari famili Scarabaeidae
yang lain sebagai pemakan tumbuhan (Borror et al., 1992). Beberapa
famili lain misalnya: Histeridae, Staphylinidae, Hydrophilidae dan Silphidae
juga hidup pada tinja namun tidak termasuk kelompok kumbang tinja karena
mereka tidak mengkonsumsi tinja tetapi predator dari arthropoda yang hidup
pada tinja (Britton, 1970; Hanskin and Cambefort, 1991; Hanskin and
Krikken, 1991; Krikken, 1989).
Keberadaan kumbang
tinja erat kaitannya dengan satwa, karena ia sangat tergantung kepada tinja
satwa sebagai sumber pakan dan substrat untuk melakukaan reproduksinya.
Kumbang tinjascarabaeids merupakan komponen penting dalam ekosistem hutan
tropis (Davis, 1993; Hanskin and Cambefort, 1991; Hanskin and Krikken,
1991).
Kekayaan
jenis kumbang tinja dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan
terutama oleh tipe vegetasi, tipe tanah, dan jenis kotoran (Doube, 1991;
Davis et al., 2001); Faktor lainnya seperti titik lintang (Hanski dan
Cambefort, 1991), ketinggian tempat (Lobo dan Halffter, 2000), ukuran
kotoran hewan (Erroussi et al., 2004), dan musim (Hanski dan Krikken
1991) turut menentukan keragaman spesies kumbang tinja. Lumaret dan Kirk
(1991) melaporkan terjadinya perubahan kelimpahan relatif spesies kumbang
tinja mengikuti tipe vegetasi yang ada di wilayah temperata, tetapi
kelimpahan dari kelompok fungsional yang berbeda relatif tetap. Dilaporkan
juga terjadinya penurunan keragaman spesies kumbang tinja mengikuti
peningkatan penutupan tajuk tumbuhan (vegetation cover) dan hal
ini mengindikasikan adanya pengaruh intensitas cahaya. Meskipun demikian
hasil studi pada beberapa wilayah Tropis tidak menunjukkan adanya
perbedaan keragaman kumbang tinja pada tingkat penutupan tajuk yang
berbeda.
Kumbang
tinja tersebar luas pada berbagai ekosistem (ubiquitous),
spesiesnya beragam, mudah dicuplik dan memiliki peran yang penting secara
ekologis sehingga merupakan salah satu indikator yang baik terhadap
kerusakan hutan tropis yang diakibatkan oleh aktifitas manusia (Nummelin
dan Hanski 1989; Klein 1989; Davis dan Sutton, 1998; Lawton et
al., 1998; Davis et al., 2001; Mc.Geoch et. al., 2002)
Kumbang
tinja berperan juga dalam menjaga penyebaran ‘bank biji’, sehingga
turut menjaga kemampuan regenerasi hutan (Estrada et al., 1999).
Kumbang tinja juga dilaporkan membantu penyerbukan tumbuhan tertentu
seperti Orchidantha inouei (Lowiaceae, Zingiberales). Tumbuhan
ini mengeluarkan bau mirip kotoran hewan sehingga menarik kedatangan
kumbang tinja (Sakai dan Inoue, 1999). Kumbang tinja juga
memiliki kemampuan untuk mensintesis senyawa antimikroba, terbukti dari
kemampuannya untuk tetap hidup dan berkembang biak pada kotoran hewan yang
dipenuhi berbagai jenis mikroba (jamur dan bakteri) serta nematoda parasit
(Vulinuc, 2000). Dengan demikian salah satu potensi kumbang tinja yang
belum terungkap adalah sebagai sumber senyawa antimikroba.
KESIMPULAN
Dung
beetle merupakan jenis kunci (keytone species) pada
suatu ekosistem. Dalam suatu ekosistem hutan, setiap jenis satwa liar mempunyai
daerah distribusi atau relung dan kelimpahan yang berbeda-beda pada suatu
lingkungan, sehingga keberadaannya akan mempengaruhi keragaman dan kelimpahan
Dung beetle scarabeids (Cambefortand Hanskin, 1991). Tingginya keragaman jenis
satwa akan mengakibatkan pada tingginya keragaman jenis Dung beetle,
sertatingginya populasi satwa akan mengakibatkan pada tingginya populasi Dung
beetle yang memakannya
DAFTAR
PUSTAKA
Bainah
Sari Dewi. 2013.. Studi Keanekaragaman Dung Beetle (Dung Beetle) Di
Universitas Lampung. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Fitri
kusuma.2016.keanekaragaman serangga aerial di arboretum sumber brantas dan
lahan pertanian kentang di kecamatan bumiaji,kota batu.sikripsi.Universitas
negeri islam malang
https://geographyeducation.wordpress.com/2011/11/02/usaha-pelestarian-flora-dan-fauna/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar