Senin, 30 Januari 2017

Kumbang Tinja Scarabaeids (Scarabaeids Dungbeetles ) Sebagai Biondikator Kepunahan Jenis Jenis Satwa Liar

Kumbang Tinja Scarabaeids (Scarabaeids Dungbeetles ) Sebagai Biondikator Kepunahan Jenis Jenis Satwa Liar
 
TUGAS 
Oleh:
GOODMAN TAMPUBOLON
140301141
AGROEKOTEKNOLOGI-3B











MATA KULIAH AMDAL PERTANIAN DAN PENGELOLHAN LIMBAH
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
F A K U L T A S           P E R T A N I A N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
Kumbang Tinja Scarabaeids (Scarabaeids Dungbeetles ) Sebagai Biondikator Kepunahan Jenis Jenis Satwa Liar
Latar belakang
            Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber daya air, udara, dan tanah; kerusakan ekosistem dan punahnya fauna liar. Kerusakan lingkungan terdiri dari berbagai tipe. Ketika alam rusak dihancurkan dan sumber daya menghilang, maka lingkungan sedang mengalami kerusakan. Kerusakan lingkungan juga akan mempengaruhi jenis satwa satwa liar yang ada di bumi pertiwi . pencemaaran udara, penebangan hutan secara liar,dan perburuan liar menjadi agen tetap pengurang jenis satwa liar.adapaun satwa liar adalah Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas. Dalam ekosistem alam, satwa liar memiliki peranan yang sangat banyak dan penting, salah satunya adalah untuk melestarikan hutan.
Tingkat cemaran dapat diketahui bila dilakukan dengan metode fisik dan kimia. Cara ini relatif sederhana, tetapi karena tidak dilakukan secara kontinyu hasilnya hanya memberikan data sesaat, pada hal terjadinya pencemaran berlangsung secara kontinyu. Uji hayati yang menggunakan serangga indikator lebih dapat memberikan data cemaran daripada metode fisik dan kimia. Sebab serangga mengalami cemaran secara terus menurus sepanjang masa hidupnya. (Sudaryanti dkk., 2000).
            Bioindikator adalah organisme yang memberi petunjuk tentang lokasi (lokasi geografis suatu tempat), status (petunjuk keadaan suatu saat), dan kualitas
lingkungan. Dalam hal ini salah contoh bioindi kator adalah kumbang tinja (dung beetles).Kumbang tinja (dung beetles) merupakan anggota kelompok Coleoptera dari suku Scarabaeidae yang lebih dikenal sebagai scarab. Sebagai suatu indikator kelimpahan jenis. Bila jenis dari Dung beetle banyak terdapat disuatu tempat maka jenis satwa liar yang terdapat ditempat yang samajuga akan beragam. Karena feses yang dikeluarkan oleh satwa-satwa tersebut akandiuraikan oleh masing-masing jenis dari Dung beetle.

Kumbang Tinja Scarabaeids (Scarabaeids Dungbeetles ) Sebagai Bioindikator Kepunahan Jenis Jenis Satwa Liar
            Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia (Departemen Kehutanan, Undang – undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya)
Terbakarnya Hutan pada setiap musim kemarau baik yang terjadi secara alami maupun akibat aktivitas pembukaan lahan oleh manusia, sangat merusak habitat satwa liar tersebut. bahkan tak jarang satwa-satwa liar tersebut yang ikut mati terbakar. Adanya manusia terkadang menjadi malapetaka bagi keseimbangan makhluk hidup di suatu tempat. Manusia kadang untuk mendapatkan sesuatu yang berharga rela membunuh secara membabi buta tanpa memikirkan regenerasi hewan atau tumbuhan tersebut. Gajah misalnya dibunuhi para pemburu hanya untuk diambil gadingnya, harimau untuk kulitnya, monyet untuk dijadikan binatang peliharaan, dan lain sebagainya.
Perubahan areal hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan juga menjadi salah satu penyebab percepatan kepunahan spesies tertentu. Mungkin di jakarta jaman dulu terdapat banyak spesies lokal, namun seiring terjadinya perubahan banyak spesies itu hilang atau pindah ke daerah wilayah lain yang lebih aman.
Perburuan terhadap satwa liar sebenarnya telah dimulai dari jaman nenek moyang kita. Namun pada jaman itu nenek moyang kita berburu binatang untuk dikomsumsi. Berbeda dengan jaman sekarang, berburu binatang liar tujuan utamanya tidak lagi untuk di komsumsi, tapi untuk di ambil bagian tubuhnya untuk dibuat kerajinan seperti kerajinan kulit dan lain-lain. dan yang lebih parah lagi ada juga yang berburu satwa liar hanya untuk hobi.
 Besarnya potensi keuntungan yang diperoleh dari perdangan satwa liar khusunya satwa langka telah mendorong meningkatnya aktivitas perdagangan satwa. Semakin langka satwa tersebut maka harganya akan semakin mahal. Ini merupakan ancaman yang sangat serius bagi kelestarian satwa liar terutama satwa-satwa yang sudah langka.
Untuk mengetahui jumlah atau populasi dari satwa lliar yang ada di ekosistemnya kita tidak perlu menghitung satu persatu. Kita hanya perlu melihat bioindikator dari satwa liar tersebut. Salah satu bioindikatornya adalah kumbang kotoran .
Keanekaragaman kumbang kotoran di Indonesia sangat tinggi dan memiliki endemisme jenis pada setiap pulau. Spesies kumbang kotoran Scarabaeidae ditemukan 1500 spesies di Indonesia dan hingga kini baru sekitar 450 jenis dideskripsi (Hanski & Krikken 1991). Sebagian besar Scarabaeidae terutama sub famili Scarabaeinae berasosiasi dengan kotoran mamalia (sapi,kerbau, gajah, rusa, beruang), unggas (ayam, burung) dan manusia.
Kumbang-kumbang ini mudah dikenali dengan bentuk tubuhnya yang cembung, bulat telur atau memanjang dengan tungkai bertarsi 5 ruas dan sungut 8-11 ruas dan berlembar. Tiga sampai tujuh ruas terakhir antena umumnya meluas menjadi struktur-struktur seperti lempeng yang dibentangkan sangat lebar atau bersatu membentuk satu gada ujung yang padat. Tibia tungkai depan membesar dengan tepiluar bergeligi atau berlekuk. Pada kelompok kumbang pemakan tinja bentuk kaki ini khassebagai kaki penggali (Borror et al., 1989).
Dung beetle merupakan jenis kunci (keytone species) pada suatu ekosistem. Dalam suatu ekosistem hutan, setiap jenis satwa liar mempunyai daerah distribusi atau relung dan kelimpahan yang berbeda-beda pada suatu lingkungan, sehingga keberadaannya akan mempengaruhi keragaman dan kelimpahan Dung beetle scarabeids (Cambefortand Hanskin, 1991). Tingginya keragaman jenis satwa akan mengakibatkan pada tingginya keragaman jenis Dung beetle, sertatingginya populasi satwa akan mengakibatkan pada tingginya populasi Dung beetle yang memakannya. Davis dan Sulton (1998) menyatakan bahwa Dung beetle penting sebagai indikator biologi, dimana pada lingkungan yang berbeda akan mempunyai struktur dan distribusi Dung beetle yang berbeda pula.
Semua kumbang tinja adalah scarab tetapi tidak semuascarab merupakan kumbang tinja. Dari berbagai spesies kumbang yang sering ditemukan pada kotoran hewan, yang termasuk kumbang tinja sejati adalah dari superfamili Scarabaeoidea famili Scarabaeidae, Aphodiidae dan Geotrupidae (Cambefort 1991). Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 1000 jenis kumbang scarab (Noerdjito, 2003)
            Kumbang tinja scarabaeids (scarabaeids dungbeetles) merupakan salah satu kelompok dalamfamili Scarabaeidae (Insecta: Coleoptera) yang dikenal karena hidupnya pada tinja. Anggota dari famili Scarabaeidae yang lain sebagai pemakan tumbuhan (Borror et al., 1992). Beberapa famili lain misalnya: Histeridae, Staphylinidae, Hydrophilidae dan Silphidae juga hidup pada tinja namun tidak termasuk kelompok kumbang tinja karena mereka tidak mengkonsumsi tinja tetapi predator dari arthropoda yang hidup pada tinja (Britton, 1970; Hanskin and Cambefort, 1991; Hanskin and Krikken, 1991; Krikken, 1989).
Keberadaan kumbang tinja erat kaitannya dengan satwa, karena ia sangat tergantung kepada tinja satwa sebagai sumber pakan dan substrat untuk melakukaan reproduksinya. Kumbang tinjascarabaeids merupakan komponen penting dalam ekosistem hutan tropis (Davis, 1993; Hanskin and Cambefort, 1991; Hanskin and Krikken, 1991).
Kekayaan jenis kumbang tinja dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan terutama oleh tipe vegetasi, tipe tanah, dan jenis kotoran (Doube, 1991; Davis et al., 2001); Faktor lainnya seperti titik lintang (Hanski dan Cambefort, 1991), ketinggian tempat (Lobo dan Halffter, 2000), ukuran kotoran hewan (Erroussi et al., 2004), dan musim (Hanski dan Krikken 1991) turut menentukan keragaman spesies kumbang tinja. Lumaret dan Kirk (1991) melaporkan terjadinya perubahan kelimpahan relatif spesies kumbang tinja mengikuti tipe vegetasi yang ada di wilayah temperata, tetapi kelimpahan dari kelompok fungsional yang berbeda relatif tetap. Dilaporkan juga terjadinya penurunan keragaman spesies kumbang tinja mengikuti peningkatan penutupan tajuk tumbuhan (vegetation cover) dan hal ini mengindikasikan adanya pengaruh intensitas cahaya. Meskipun demikian hasil studi pada beberapa wilayah Tropis tidak menunjukkan adanya perbedaan keragaman kumbang tinja pada tingkat penutupan tajuk yang berbeda.
Kumbang tinja tersebar luas pada berbagai ekosistem (ubiquitous), spesiesnya beragam, mudah dicuplik dan memiliki peran yang penting secara ekologis sehingga merupakan salah satu indikator yang baik terhadap kerusakan hutan tropis yang diakibatkan oleh aktifitas manusia (Nummelin dan Hanski 1989; Klein 1989; Davis dan Sutton, 1998; Lawton et al., 1998; Davis et al., 2001; Mc.Geoch et. al., 2002)
Kumbang tinja berperan juga dalam menjaga penyebaran ‘bank biji’, sehingga turut menjaga kemampuan regenerasi hutan (Estrada et al., 1999). Kumbang tinja juga dilaporkan membantu penyerbukan tumbuhan tertentu seperti Orchidantha inouei  (Lowiaceae, Zingiberales). Tumbuhan ini mengeluarkan bau mirip kotoran hewan sehingga menarik kedatangan kumbang tinja (Sakai dan Inoue, 1999). Kumbang tinja juga memiliki kemampuan untuk mensintesis senyawa antimikroba, terbukti dari kemampuannya untuk tetap hidup dan berkembang biak pada kotoran hewan yang dipenuhi berbagai jenis mikroba (jamur dan bakteri) serta nematoda parasit (Vulinuc, 2000). Dengan demikian salah satu potensi kumbang tinja yang belum terungkap adalah sebagai sumber senyawa antimikroba.















KESIMPULAN
Dung beetle merupakan jenis kunci (keytone species) pada suatu ekosistem. Dalam suatu ekosistem hutan, setiap jenis satwa liar mempunyai daerah distribusi atau relung dan kelimpahan yang berbeda-beda pada suatu lingkungan, sehingga keberadaannya akan mempengaruhi keragaman dan kelimpahan Dung beetle scarabeids (Cambefortand Hanskin, 1991). Tingginya keragaman jenis satwa akan mengakibatkan pada tingginya keragaman jenis Dung beetle, sertatingginya populasi satwa akan mengakibatkan pada tingginya populasi Dung beetle yang memakannya











DAFTAR PUSTAKA
Bainah Sari Dewi. 2013.. Studi Keanekaragaman Dung Beetle (Dung Beetle) Di Universitas Lampung. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Fitri kusuma.2016.keanekaragaman serangga aerial di arboretum sumber brantas dan lahan pertanian kentang di kecamatan bumiaji,kota batu.sikripsi.Universitas negeri islam malang
https://geographyeducation.wordpress.com/2011/11/02/usaha-pelestarian-flora-dan-fauna/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar