JENIS-JENIS PENGENDALIAN HAMA
TERPADU ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) PADA TANAMAN KACANG KEDELAI (Glycine
max L.Meriil)
LAPORAN
Oleh:
MARIA ANGELA BR.S
PELAWI/140301161
RINI ANGGREINI/140301146
WANSINUS SUMARIO
SIMATUPANG/140301132
SAMUEL C.T SINAGA/1403031147
TAMBUN SIHOTANG/ 140301149
KELOMPOK-2
AGROEKOTEKNOLOGI-3B
LABORATORIUM PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi kedelai di Indonesia pernah
mencapai puncaknya pada tahun 1992 yaitu sebanyak 1,87 juta ton. Namun setelah
itu, produksi terus mengalami penurunan hingga hanya 0,672 ton pada tahun 2003.
Artinya, dalam 11 tahun produksi kedelai merosot mencapai 64%. Sebaliknya ,
konsumsi kedelai cenderung meningkat sehingga impor kedelai juga mengalami
peningkatan mencapai 1,307 juta ton pada tahun 2004 (hampir dua kali produksi
nasional). Impor ini berdampak menghabiskan devisa negara sekitar Rp. 3
trilliun pertahun. (Embriani, 2013).
Diperkirakan tiap tahun rata-rata
kebutuhan sebanyak 2,3 juta ton/tahun, sedangkan produksi kedelai dalam negeri
hanya sekitar 800-900 ribu ton. Padahal kebutuhan untuk pengrajin tahu dan
tempe mencapai 1,6 juta ton (Elita, 2010).
Kedelai
Indonesia menghadapi
permasalahan utama, antara lain : 1.
Meningkatnya impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan nasional; 2. Lebarnya
senjang produktivitas di tingkat petani dengan potensi genetik kedelai karena
sebagian besar petani belum menggunakan varietas unggul baru yang toleran
cekaman biotik dan abiotik, serta teknik pengelolaan lahan, air, tanaman, dan
organisme pengganggu; 3. Menurunnya produksi karena berkurangnya area tanam
kedelai akibat persaingan penggunaan lahan dengan jagung dan 4. Nilai
kompetitif kedelai dalam negeri semakin merosot karena membanjirinya kedelai
impor yang harganya lebih murah (Arifin, 2010).
Konsep Pengendalian Hama Terpadu
(PHT), pada prinsifnya lebih ditekankan pada upaya memadukan semua teknik
pengendalian hama yang cocok serta mendorong berfungsinya proses pengendalian
alami yang mampu mempertahankan populasi hama pada taraf yang tidak merugikan
tanaman, dengan tujuan menurunkan status hama, menjamin keuntungan pendapatan
petani, melestarikan kualitas lingkungan dan menyelesaikan masalah hama secara
berkelanjutan. Dengan penerapan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
tersebut, pemakaian pestisida sintetis diupayakan sebagai alternatif terakhir
dan pelaksanakannya secara lebih bijaksana dengan memperhatikan faktor-faktor
ekologi dan biologi dari hama sasaran dan musuh alami (Anshary, 2009).
Ulat grayak (Spodoptera litura (F.))
merupakan hama penting pada tanaman kacang-acangan khususnya kedelai yang dapat
menurunkan produksi. Serangan ulat grayak berfluktuasi dari tahun ke tahun. S.
litura mulai dijumpai pada fase pertumbuhan tanaman muda sampai fase pemasakan
polong dan pengisian biji, namun kehadiran yang sangat membahayakan dijumpai
pada fase vegetatif sampai berbunga dan pembentukan polong (Meidalima, 2014).
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mengetahui jenis-jenis pengendalian hama terpadu Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) pada tanaman kacang kedelai (Glycine max L. (Merrill)).
Kegunaan
Penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan
laporan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat memenuhi komponen penilaian
di Laboratorium Pengelolaan
Hama dan Penyakit Terpadu,
Program Studi Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai sumber
informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Kedelai
diklasifikasikan dengan kingdom :Plantae, Divisi :Spermathophyta, Subdivisio
:Angiospermae, Kelas :Monotyledoneae, Ordo :fabales, Family :Fabaceae, Genus :Glycine , Spesies Glycine
max L. (Supartono, 2006).
Susunan akar kedelai pada umumnya
sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai
banyak akar cabang. Pada akar – akar cabang terdapat bintil – bintil akar
berisi bakteri Rhizobium jafonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas
bebas (N2) dari udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004)
Batang kedelai berasal dari poros
janin sedangkan bagian atas poros berakhir dengan epikotil yang amat pendek dan
hypokotil merupakan bagian batang kecambah. Bagian batang kecambah di bagian
atas kotyledon adalah epicotyl. Titik tumbuh epikotyl akan membentuk daun dan
kuncup ketiak. Batang dapat membentuk 3–6 cabang, berbentuk semak dengan tinggi
30–100 cm. Pertumbuhan batang dibedakan atas tipe diterminate dan indeterminate (Lamina, 1989).
Daun kedelai merupakan daun majemuk
yang terdiri dari tiga helai anak daun dan umumnya berwarna hijau muda atau
hijau kekuning – kuningan. Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segitiga.
Warna dan bentuk daun kedelai ini tergantung pada varietas masing – masing.
Pada saat tanaman kedelai itu sudah tua, maka daun – daunnya mulai rontok (AAK,
1989)
Tanaman
kedelai memiliki bunga sempurna, yaitu dalam satu bunga terdapat alat kelamin
jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik). Bunga berwarna ungu atau
putih. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong. Di Indonesia tanaman
kedelai mulai berbunga pada umur 30–50 hari (Fachruddin, 2000)
Biji
kedelai berbentuk polong, setiap polong berisi 1–4 biji. Biji umumnya berbentuk
bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong. Ukuran biji berkisar antara 6 – 30g/100
biji, ukuran biji diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu biji kecil (6–10 g/100
biji), biji sedang (11–12 g/100 biji) dan biji besar (13 g atau lebih/100
biji). Warna biji bervariasi antara kuning, hijau,coklat dan hitam (Fachruddin,
2000)
Biji
– biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji (lesta) dan tidak mengandung
jaringan endosperm. Embrio terbentuk di antara keping biji.Bentuk biji pada
umumnya bulat lonjong, tetapi ada yang bundar dan bulat agak pipih, dengan
besar dan bobot biji kedelai antara 5–30g/100 biji (Lamina, 1989).
Syarat Tumbuh
Iklim
Kedelai adalah tanaman beriklim
tropik. Dia akan tumbuh subur di daerah yang berhawa panas, apalagi di tempat
yang terbuka tidak terlindung oleh tanaman lain (Sugeng, 1983).
Pertumbuhan
optimum tercapai pada suhu 20–25º C. Suhu 12–20º C adalah suhu yang sesuai bagi
sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses
perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan
biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30º C,fotorespirasi cenderung mengurangi
hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Kedelai dapat tumbuh baik di tempat
yang berhawa panas, ditempat – tempat yangterbuka dan bercurah hujan 100–400
mm3per bulan. Oleh karena itu, kedelai kebanyakan ditanam di daerah yang
terletak kurang dari 400 m di atas permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan
tumbuh baik, jika ditanam di daerah beriklim kering (Andrianto dan Indarto,
2004)
Tanah
Toleransi pH yang baik sebagai syarat
tumbuh yaitu antara 5,8–7, namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih
dapat tumbuh baik. Tanah – tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol,
latosol dan andosol. Pada tanah – tanah podzolik merah kuning dan tanah yang
mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila
diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004)
Biologi Ulat
Grayak (Spodoptera
litura F.)
Klasifikasi hama ulat grayak adalah sebagai berikut
: Kingdom : Animalia; Divisio : Arthoproda; Kelas : Insecta; Ordo :
Lepidoptera; Famili : Noctuidae; Genus : Spodoptera; Spesies : Spodoptera
litura F
(Embriani 2013)
Siklus Hidup
Telur
Telur
berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang tersusun 2
lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing berisi
25-500 butir) tertutup seperti beludru. Stadia telur berlangsung selama 3 hari
(Embriani, 2013)
Larva
Setelah
3 hari, telur menetas menjadi larva. Ulat yang keluar dari telur berkelompok
dipermukaan daun. Setelah beberapa hari, ulat mulai hidup berpencar. Panjang
tubuh ulat yang telah tumbuh penuh 50 mm. Masa stadia larva berlangsung selama
15-30 hari. Larva mempunyai warna bervariasi dan memiliki kalung (bulan sabit)
berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral
dorsal terdapat garis kuning (Halimah, 2010).
Pupa
Setelah
cukup dewasa, yaitu lebih kurang berumur 2 minggu, ulat mulai berkepompong.
Masa pupa berlangsung didalam tanah dan dibungkus dengan tanah. Setelah 9-10
hari kepompong akan berubah menjadi ngengat dewasa. Ulat berkepompong dalam
tanah, membentuk pupa tanpa tanah rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan
dengan panjang sekitar 1,6 cm (Hendrival dkk.,2013).
Imago
Serangga
dewasa berupa ngengat abu-abu, meletakkan telur secara berkelompok. Ukuran
tubuh ngengat betina 14 mm sedangkan ngengat jantan 17 mm Imago S. Litura
memiliki umur yang singkat. Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau
keperakan dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam (Bayu,
2013).
Gejala Serangan
Ulat
grayak aktif makan malam hari,meninggalkan epidermis atas dan tulang daun
sehingga daun yang terserang dari jauh terlihat berwarna putih. Larva yang
masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak sekelompok. Dengan
meninggalkan sisa-siasa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal
tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada dipermukaan bawah daun, umumnya
terjadi pada musim kemarau (Asmaliyah, 2010).
Selain pada daun, ulat dewasa makan
polong muda dan tulang daun muda, sedangkan pada daun yang tua,
tulang-tulangnya akan tersisa. Selain menyerang kedelai, ulat grayak juga
menyerang jagung, kentang, tembakau, kacang hijau, bayam dan kubis (Fitriani dkk.,2011).
Kerusakan daun yang diakibatkan
larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis
atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Larva instar lanjut merusak
tulang daun. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya tanaman. Serangan yang
ditimbulkan akan kelihatan daun transparan karena daging daun habis dimakan
(Bayu, 2013).
Biologi Musuh
Alami semut Rang-Rang (Oecophylla
smaragdina)
Kingdom: Animalia.
Filum: Arthropoda. Kelas: Insecta. Ordo: Hymenoptera. Famili: Formicidae.
Genus: Oecophylla. Spesies: Oecophylla smaragdina (Hufbauer , 2002).
Semut rangrang (Oecophylla
smaragdina) merupakan serangga eusosial (sosial sejati),
dan kehidupan koloninya sangat tergantung pada keberadaan pohon (arboreal). Seperti
halnya jenis semut lainnya, semut rangrang memiliki struktur sosial yang
terdiri atas:Ratu; betina, berukuran 20-25 mm, berwarna hijau atau coklat,
bertugas untuk menelurkan bayi-bayi semut.Pejantan; jantan, bertugas mengawini
ratu semut, dan ketika ia selesai mengawini ratu semut ia akan mati.Pekerja;
betina, berukuran 5-6 mm, berwarna orange dan terkadang kehijauan, bertugas
mengasuh semut-semut muda yang dihasilkan semut ratu. Prajurit; betina,
berukuran 8-10mm, umumnya berwarna oranye, memiliki kaki panjang yang kuat,
antena panjang dan rahang besar, bertugas menjaga sarang dari gangguan
pengacau, mencari dan mengumpulkan makanan untuk semua koloninya serta
membangun sarang (Brewer & Elliot, 2004).
Pesitisida
Nabati
Pestisida nabati adalah
pestisida yang bahan aktifnya berasal
dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau
buah.Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah
berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder
dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan
digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukanhal
yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu
sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh
belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (Afshari
dkk , 2009).
Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu
serangga hama dan penyakit melalui kerja yang unik, yaitu dapat melalui
perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat
spesifik diantaranya: Merusak
perkembangan telur, larva dan pupa, Menghambat
pergantian kulit, Mengganggu komunikasi serangga, Penolak makan,
Menghambat reproduksi serangga betina, Mengurangi nafsu makan, dan memblokir
kemampuan makan serangga (Halimah,
2010).
Biji sirsak (Annona
muricata) merupakan pestisida bahan alam yang menjanjikan untuk dikembangkan. Biji sirsak
mengandung bioaktif asetogenin yang
bersifat insektisidal dan penghambat makan (anti-feedant). Buah mentah, biji,
daun, dan akar sirsak mengandung senyawa kimia annonain yang dapat berperan
sebagai insektisida, larvasida, penolak serangga (repellent), dan anti-feedant
dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut (Sudarmo, 2005).
Bacillus
Thuringensis (Bt)
Bacillus
thuringiensis var. kurstaki telah diproduksi sebagai insektisida biologi dan
diperdagangkan dalam berbagai nama seperti Dipel, Sok-Bt, Thuricide, Certan dan
Bactospeine. Bacillus thuringiensis var. Israelensis diperdagangkan
dengan nama Bactimos, BMC, Teknar dan Vektobak. Jenis insektisida ini efektif untuk
membasmi larva nyamuk dan lalat (Sutanto, 2007).
Bakteri
Bacillus thuringiensis merupakan
bakteri yang dapat mengendalikan hama ulat daun, kumbang daun, dan kutu daun
pada tanaman holtikultura. Bakteri B.
thuringiensis cukup efektif untuk mengendalikan berbagai jenis hama
dari golongan lepidoptera, coleoptera, dan hemiptera (Badan
Agribisnis Departemen Pertanian, 1999).
Berasal
dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroorganisme yang
menyebabkan penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap
hewan-hewan lainnya maupun tumbuhan. Jenis mikroba yang akan digunakan sebagai
insektisida harus mempunyai sifat yang spesifik artinya harus menyerang
serangga yang menjadi sasaran dan tidak pada jenis-jenis lainnya (Sutanto, 2007).
Pada
saat ini hanya beberapa insektisida biologi yang sudah digunakan dan
diperdagangkan secara luas. Mikroba patogen yang telah sukses dan berpotensi
sebagai insektisida biologi salah satunya adalah Bacillus thuringiensis (Sumarno,
2003).
Jenis
insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal dari protozoa, Nosema
locustae, yang telah dikembangkan untuk membasmi belalang dan jengkerik.
Nama dagangnya ialah NOLOC, Hopper Stopper. Cacing yang pertama kali
didaftarkan sebagai insektisida ialah Neoplectana carpocapsae, yang
diperdagangkan dengan nama Spear, Saf-T-Shield. Insektisida ini digunakan untuk
membunuh semua bentuk rayap (Marzuki, 2007).
Reaksi toksisitas terhadap serangga
dari δ-endotoksin dan strainB. thuringiensis terhadap serangga
tampaknya juga sangat bervariasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Heimpel
dan rekannya (1959 dan 1967) terhadap serangga Lepidoptera menunjukkan adanya
respon yang berbeda terhadap δ-endotoksin (Sutanto, 2007).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan
Pelaksanaan
percobaan dilaksanakan di lahan percobaan Laboratorium Pengendalian Hama dan
Penyakit Terpadu Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan pada ketinggian ±25 meter diatas permukaan laut.
Percobaan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015.
Bahan dan Alat
Adapun
bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kain kasa digunakan untuk
sungkup, tanaman kacang kedelai (Glycine
max L. (Merrill))
sebagai tanaman percobaan, ulat grayak sebagai hama yang dikendalikan, daun sirsak sebagai pestisida
nabati, semut Rang-Rang (Oecophylla smaragdina), air sebagai pelarut pestisida
nabati, bambu sebagai fondasi sungkup, label sebagai penanda perlakuan.
Adapun alat yang digunakan pada
praktikum ini adalah cangkul untuk mengolah tanah, parang untuk menyiangi
gulma, sprayer digunakan untuk menyemprot pestisida nabati, plang untuk menandai lahan, buku data
digunakan untuk tempat menulis data, alat tulis digunakan untuk menulis data,
kamera untuk dokumentasi.
PELAKSANAAN PERCOBAAN
Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan dibersihkan
dari gulma di permukaan tanah. Dibuat parit pada lahan di antara satu plot
dengan plot lain yang berfungsi sebagai saluran drainase agar air tidak
tergenang.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah
campuran antara topsoil + pasir kemudian dimasukkan ke dalam polybag ukuran 5
kg sesuai dengan perlakuan masing-masing.
Persiapan Bibit
Bibit yang digunakan
adalah bibit kedelai (Glycine max L. (Merrill)).
Penanaman
Bibit
Penanaman bibit dilakukan dalam
polybag ukuran 5 kg, bibit kacang kedelai ditanam dalam polybag, kemudian
ditempatkan di lahan. Bibit ditanam 1 per polybag.
Introduksi Hama
Hama ulat grayak yang
telah didapatkan diletakkan di tanaman yang akan dijadikan pengamatan dan
disungkup untuk menghindari hama keluar dari tanaman.
Pembuatan
Pesitisida Nabati
Pesitisida
Nabati yang digunakan adalah daun sirsak(Annona muricata) yang
diparut dan di cairkan dengan air sesuai dosis yang diinginkan.
Pemeliharaan
Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari
pada sore hari dan disesuaikan dengan kondisi tanahnya.
Penyiangan
Penyiangan
dilakukan setiap minggunya dengan cara mencabut gulma yang tumbuh pada polybag.
Aplikasi Perlakuan
Pesitisida Nabati
Pestisida nabati yang
telah dibuat diaplikasikan ke
tanaman
dicairkan dengan air sesuai dengan dosis yang diinginkan untuk mengendalikan
hama.
Musuh Alami
Predator yang digunakan
adalah semut Rang-Rang(Oecophylla smaragdina)yang diaplikasikan untuk mengetahui
potensisemut Rang-Rangdalam mengendalikan hama ulat grayak.
Bt (Bacillus turingensis)
Bacillus turingensisdiaplikasikan
diletakkan pada tanaman untuk mengetahui potensi bt dalam mengendalikan hama
ulat grayak.
Pengamatan
Parameter
Mortalitas
Diukur hama yang mati setelah
dilakukan semua perlakuan.
Hasil
No
|
Tanggal
|
Perlakuan
|
Mortalitas
|
Keterangan
|
Foto
|
|||
1
|
26 Nov 2015
|
Kontrol
|
0/5
x 100%= 0%
|
- Tanaman segar daun
berlubang dan ulat belum ada yang mati
|
||||
Pestisida
Nabati
|
0/5
x 100% = 0%
|
-Ulat masih hidup, pemberian pestisida
nabati belum menunjukkan pengaruh yang nyata
|
||||||
Musuh alami
|
0/5
x 100% = 0%
|
-Pemberian musuh alami belum menunjukkan pengaruh
sehingga belum ada hama yang mati
|
||||||
Bt
|
0/5
x 100% = 0%
|
Pemberian BT belum menunjukkan pengaruh sehingga
belum ada hama yang mati
|
||||||
2
|
27 Nov 2015
|
Kontrol
|
0/5
x 100%= 0%
|
-Kerusakan pada daun sudah terlihat, rusak di bagian pinggirnya. Hama
yg mati berjumlah 0
|
||||
Pestisida
Nabati
|
1/5
x 100% = 20%
|
-Pemberian pestisida
nabati sudah menunjukkan pengaruh. Hama yang mati berjumlah 1 ekor
|
||||||
Musuh alami
|
1/5 x
100% = 20%
|
- Pemberian musuh alami sudah menunjukkan pengaruh.
Hama yang mati berjumlah 1 ekor
|
||||||
Bt
|
1/5 x
100% = 20%
|
Pemberian BT sudah menunjukkan pengaruh. Hama yang
mati berjumlah 1 ekor
|
||||||
3
|
30 Nov 2015
|
Kontrol
|
1/5 x
100% = 20%
|
-Banyak
daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 1 ekor
|
||||
Pestisida
Nabati
|
2/5
x 100% = 40%
|
-
Sedikit daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 2 ekor
|
||||||
Musuh alami
|
3/5
x 100% = 60%
|
-
Banyak daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 3 ekor
|
||||||
Bt
|
2/5
x 100% = 40%
|
Banyak
daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 2 ekor
|
||||||
4
|
1 Des 2015
|
Kontrol
|
1/5 x
100% = 20%
|
-Banyak
daun yang sobek
-Dibekas
Sobekan terdapat kuning-kuning seperti terbakar
-Hama mati berjumlah 1 ekor
|
||||
Pestisida
Nabati
|
3/5
x 100% = 60%
|
- Sedikit daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 3 ekor
|
||||||
Musuh alami
|
3/5
x 100 % = 60%
|
-
Banyak daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 3 ekor
|
||||||
Bt
|
3/5
x 100 % = 60%
|
- Banyak daun
yang robek dan
hama yang mati berjumlah 3 ekor
|
||||||
5
|
2 Des 2015
|
Kontrol
|
2/5 x
100% = 40%
|
-Sobekan
daun semakin melebar
-Hama yang mati berjumlah 2 ekor
|
||||
Pestisida
Nabati
|
4/5 x
100% = 80%
|
- Sedikitdaun yang robek dan hama yang mati berjumlah 4 ekor
|
||||||
Musuh Alami
|
4/10
x 100% = 80%
|
-
Banyak daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 4 ekor
|
||||||
Bt
|
4/5
x 100% = 80%
|
- Banyak daun
yang robek dan
hama yang mati berjumlah 4 ekor
|
||||||
6
|
3 Des 2015
|
Kontrol
|
2/5 x
100%= 40%
|
--Sobekan
daun semakin melebar
-Hama yang mati berjumlah 2 ekor
|
||||
Pestisida
Nabati
|
5/5 x
100% = 100%
|
- Sedikit daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 5 ekor
|
||||||
Musuh alami
|
4/5
x 100% = 80%
|
-
Banyak daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 4 ekor
|
||||||
Bt
|
4/5
x 100% = 80%
|
- Banyak daun
yang robek dan
hama yang mati berjumlah 4 ekor
|
||||||
7
|
4 Des 2015
|
Kontrol
|
3/5 x
100%= 60%
|
-Sobekan
daun semakin melebar
-Hama yang mati berjumlah 3 ekor
|
||||
Pestisida
Nabati
|
5/5 x 100% = 100%
|
- Sedikitdaun yang robek dan hama yang mati berjumlah 7 ekor
|
||||||
Musuh alami
|
5/5 x
100% = 100%
|
-
Banyak daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 5 ekor
|
||||||
Bt
|
5/5 x 100% = 100%
|
- Banyak daun
yang robek dan
hama yang mati berjumlah 6 ekor
|
Pembahasan
Berdasarkan
data yang telah diamati pada hari pertama pengamatan yaitu pada tanggal 26 November 2015
didapatkan pada perlakuan kontrol mortalitas hama 0%, pada perlakuan pestisida
nabati mortalitas 0%, dan perlakuan Bt
mortalitas
0%. Hal ini dikarenakan pada setiap perlakuan belum terjadi efek dari
perlakuan. Hal ini sesuai dengan literatur Permadi, 1993 dalam Liliek (2010) yang menyatakan bahwa konsep
perlindungan tanaman ditujukan kepada Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang
bertujuan untuk mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia sehingga dapat
menghasilkan produk pertanian yang bebas bahan kimia seperti pestisida dan
pupuk kimia.
Berdasarkan data yang telah diamati
pada hari kedua pengamatan
yaitu pada tanggal 27
November 2015 didapatkan pada perlakuan kontrol mortalitas hama 0%, pada
perlakuan pestisida nabati mortalitas 20%
perlakuan musuh alami mortalitas
20% dan Bt mortalitas 20%. Hal ini dikarenakan pemberian pestisida nabati telah
berpengaruh terhadap siklus hidup hama. Hal
ini sesuai dengan literatur Halimah (2010)
yang menyatakan bahwa hal
ini dikarenakan pestisida nabati
dapat
membunuh atau mengganggu serangga hama dan penyakit melalui kerja yang unik,
yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Berdasarkan data yang telah diamati
pada hari ketiga
pengamatan yaitu pada tanggal 30
November 2015 didapatkan pada perlakuan kontrol mortalitas hama 20%, pada perlakuan
pestisida nabati mortalitas 40%
perlakuan musuh alami mortalitas
40% dan Bt mortalitas 40%.
Hal ini dikarenakan semut rangrang
memiliki mobilitas yang tinggi dalam memangsa. Hal ini sesuai dengan literatur Halimah (2010)
yang menyatakan bahwa semut rangrang
mendekati hama dengan pelan-pelan, lalu menangkap dan memangsanya.
Berdasarkan data yang telah diamati pada
hari keempat pengamatan yaitu pada
tanggal 1 Desember 2015 didapatkan perlakuan
kontrol mortalitas hama 20%,
pada perlakuan pestisida nabati mortalitas 60%
perlakuan musuh alami mortalitas
60% dan Bt mortalitas 60%.
Hal ini dikarenakan Bt merupakan
bakteri yang efektif mengendalikan hama ulat daun pada tanaman kedelai. Hal
ini sesuai dengan literaturBadan
Agribisnis Departemen Pertanian(1999) yang
menyatakan bahwa Bakteri
Bacillus thuringiensis merupakan
bakteri yang dapat mengendalikan hama ulat daun, kumbang daun, dan kutu daun
pada tanaman holtikultura.
Berdasarkan data yang telah diamati
pada hari kelima pengamatan
yaitu pada tanggal 2 Desember 2015
didapatkan perlakuan kontrol mortalitas hama 40%, pada perlakuan pestisida nabati
mortalitas 60%
perlakuan musuh alami mortalitas
80% dan Bt mortalitas 80%.
Hal ini dikarenakan semut rangrang
memiliki mobilitas yang tinggi dalam memangsa. Hal ini sesuai dengan literatur Halimah (2010)
yang menyatakan bahwa semut rangrang
mendekati hama dengan pelan-pelan, lalu menangkap dan memangsanya.
Berdasarkan data yang telah diamati pada
hari keenam pengamatan yaitu pada
tanggal 3 Desember 2015 perlakuan kontrol
mortalitas hama 40%,
pada perlakuan pestisida nabati mortalitas 50%
perlakuan musuh alami mortalitas
80% dan Bt mortalitas 80%.
Hal ini dikarenakan pemberian pestisida nabati telah
berpengaruh terhadap siklus hidup hama. Hal
ini sesuai dengan literatur Halimah (2010)
yang menyatakan bahwa hal
ini dikarenakan pestisida nabati
dapat
membunuh atau mengganggu serangga hama dan penyakit melalui kerja yang unik,
yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal.
Berdasarkan data yang telah diamati pada
hari ketujuh pengamatan yaitu pada
tanggal 4 Desember 2015 perlakuan kontrol
mortalitas hama 60%,
pada perlakuan pestisida nabati mortalitas 100%
perlakuan musuh alami mortalitas 100% dan Bt mortalitas 100%.
Hal ini dikarenakan pemberian pestisida nabati telah
berpengaruh terhadap siklus hidup hama. Hal
ini sesuai dengan literatur Halimah (2010)
yang menyatakan bahwa hal
ini dikarenakan pestisida nabati
dapat
membunuh atau mengganggu serangga hama dan penyakit melalui kerja yang unik,
yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal.
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang
dilakukan perlakuan yang paling terbaik untuk mengendalikan populasi hama ulat
grayak (Spodoptera litura) adalah
dengan menggunakan pestisida nabati
dari ekstrak daun sirsak. Hal ini dikarenakan dapat
bekerja secara spesifik yang dapat merusak atau menghambat perkembangan hama
utama. Hal ini sesuai dengan literatur Halimah (2010) yang menyatakan
bahwa cara kerja
pestisida nabati sangat spesifik
diantaranya: merusak perkembangan telur, larva dan pupa, menghambat pergantian kulit, mengganggu komunikasi
serangga, Penolak makan, menghambat reproduksi serangga betina, mengurangi
nafsu makan, dan memblokir kemampuan makan serangga.
KESIMPULAN
1. Hari
pertama pengamatan diperoleh data
mortalitas perlakuan kontrol 0%, pestisida nabati 0%, musuh alami 0% dan perlakuan Bt 0%.
2. Hari
kedua pengamatan diperoleh data mortalitas perlakuan
kontrol 0%, pestisida nabati 20%, musuh alami 20%
dan perlakuan Bt 20%.
3. Hari
ketiga pengamatan diperoleh data mortalitas perlakuan
kontrol 0%, pestisida nabati 40%, musuh alami 60%
dan perlakuan Bt 40%.
4. Hari
keempat pengamatan diperoleh data mortalitas perlakuan
kontrol 20%, pestisida nabati 60%, musuh alami 60%
dan perlakuan Bt 60%.
5. Hari
kelima pengamatan diperoleh data mortalitas perlakuan
kontrol 40%, pestisida nabati 60%, musuh alami 80%
dan perlakuan Bt 80%.
6. Hari
keenam pengamatan diperoleh data mortalitas perlakuan
kontrol 40%, pestisida nabati 100%, musuh alami 80%
dan perlakuan Bt 80%.
7. Hari
ketujuh pengamatan diperoleh data mortalitas perlakuan
kontrol 60%, pestisida nabati 100%, musuh alami 100%
dan perlakuan Bt 100%.
8. Pestisida nabati mempunyai efektivitas yang baik dalam
menegndalikan populasi ulat grayak (Spodoptera
litura) pada tanaman kedelai
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 1989. Kedelai. Kanisius. Yogyakarta
Afshari, A.,
Soleiman-Negadian, E., Shishebor P. 2009. Population density and spatial distribution of Aphis gossypii Glover
(Homoptera: Aphididae) on cotton
in Gorgan, Iran. J. Agric. Sci. Technol. 11:27-38.
Andrianto, T. T., dan N. Indarto., 2004.
Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai,
Kacang Hijau, Kacang Panjang. Absolut, Yogyakarta.
Anshary,
A. 2009. Ulat Grayak (Teknik Pengendaliannya yang Ramah Lingkungan).
Universitas Tadulako, Palu.
Arifin,
M. 2010. Alternatif Taknologi Pengendalian Ulat Grayak Pada Kedelai Dengan
Berbagai Jenis Insektisida Biorasional. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Asmaliyah, 2010. Strategi Peningkatan
Produksi Kedelai di Indonesia. Jurnal Ilmiah Tambua. Vol VIII No. 1 : 39-45
Badan Agribisnis Departemen
Pertanian. 1999. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan
Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kanisius. Yogyakarta
Bayu,
A. N. 2013. Pengenalan dan Pengendalian Hama Ulat Grayak Pada Pada Kapas BBPPTP
Surabaya, Surabaya.
Brewer, M.J., Elliot, N.C. 2004.
Biological control of cereal aphids in North America and mediating effects of host plant and habitat
manipulations. Annu. Rev.Entomol 49: 219-42
Elita,
F. 2010. Pemberian Berbagai Konsentrasi Nuclear Polyhedrosis Virus Untuk
Mengendalikan Hama Ulat Grayak dan Pengaruhnya Pada Tanaman Kacang Kedelai.
Universitas Riau, Riau.
Embriani.
2012. Status Ulat Grayak (Spodoptera
litura) Sebagai BBPPTP Surabaya, Surabaya.
Embriani.
2013. Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura). BBPPTP Surabaya, Surabaya.
Fachruddin, L., 2000. Budidaya Kacang –
Kacangan. Kanisius, Yogyakarta.
Halimah.
2010. Pengaruh Biopestisida Untuk Mengendalikan Ulat Grayak Pada Tanaman
Tembakau di Rumah Kaca. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hendrival,
Latifah dan Rega, B. 2013. Perkembangan Spodoptera
litura Pada Kedelai. Universitas Malikulsalih, Banda Aceh.
Hufbauer, R.A., 2002. Aphid
Population Dynamics: Does Resistance to Parasitism
Influence Population Size?. Ecological Entomology 27, 25-32.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi kedelai di Indonesia pernah
mencapai puncaknya pada tahun 1992 yaitu sebanyak 1,87 juta ton. Namun setelah
itu, produksi terus mengalami penurunan hingga hanya 0,672 ton pada tahun 2003.
Artinya, dalam 11 tahun produksi kedelai merosot mencapai 64%. Sebaliknya ,
konsumsi kedelai cenderung meningkat sehingga impor kedelai juga mengalami
peningkatan mencapai 1,307 juta ton pada tahun 2004 (hampir dua kali produksi
nasional). Impor ini berdampak menghabiskan devisa negara sekitar Rp. 3
trilliun pertahun. (Embriani, 2013).
Diperkirakan tiap tahun rata-rata
kebutuhan sebanyak 2,3 juta ton/tahun, sedangkan produksi kedelai dalam negeri
hanya sekitar 800-900 ribu ton. Padahal kebutuhan untuk pengrajin tahu dan
tempe mencapai 1,6 juta ton (Elita, 2010).
Kedelai
Indonesia menghadapi
permasalahan utama, antara lain : 1.
Meningkatnya impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan nasional; 2. Lebarnya
senjang produktivitas di tingkat petani dengan potensi genetik kedelai karena
sebagian besar petani belum menggunakan varietas unggul baru yang toleran
cekaman biotik dan abiotik, serta teknik pengelolaan lahan, air, tanaman, dan
organisme pengganggu; 3. Menurunnya produksi karena berkurangnya area tanam
kedelai akibat persaingan penggunaan lahan dengan jagung dan 4. Nilai
kompetitif kedelai dalam negeri semakin merosot karena membanjirinya kedelai
impor yang harganya lebih murah (Arifin, 2010).
Konsep Pengendalian Hama Terpadu
(PHT), pada prinsifnya lebih ditekankan pada upaya memadukan semua teknik
pengendalian hama yang cocok serta mendorong berfungsinya proses pengendalian
alami yang mampu mempertahankan populasi hama pada taraf yang tidak merugikan
tanaman, dengan tujuan menurunkan status hama, menjamin keuntungan pendapatan
petani, melestarikan kualitas lingkungan dan menyelesaikan masalah hama secara
berkelanjutan. Dengan penerapan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
tersebut, pemakaian pestisida sintetis diupayakan sebagai alternatif terakhir
dan pelaksanakannya secara lebih bijaksana dengan memperhatikan faktor-faktor
ekologi dan biologi dari hama sasaran dan musuh alami (Anshary, 2009).
Ulat grayak (Spodoptera litura (F.))
merupakan hama penting pada tanaman kacang-acangan khususnya kedelai yang dapat
menurunkan produksi. Serangan ulat grayak berfluktuasi dari tahun ke tahun. S.
litura mulai dijumpai pada fase pertumbuhan tanaman muda sampai fase pemasakan
polong dan pengisian biji, namun kehadiran yang sangat membahayakan dijumpai
pada fase vegetatif sampai berbunga dan pembentukan polong (Meidalima, 2014).
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mengetahui jenis-jenis pengendalian hama terpadu Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) pada tanaman kacang kedelai (Glycine max L. (Merrill)).
Kegunaan
Penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan
laporan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat memenuhi komponen penilaian
di Laboratorium Pengelolaan
Hama dan Penyakit Terpadu,
Program Studi Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai sumber
informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Kedelai
diklasifikasikan dengan kingdom :Plantae, Divisi :Spermathophyta, Subdivisio
:Angiospermae, Kelas :Monotyledoneae, Ordo :fabales, Family :Fabaceae, Genus :Glycine , Spesies Glycine
max L. (Supartono, 2006).
Susunan akar kedelai pada umumnya
sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai
banyak akar cabang. Pada akar – akar cabang terdapat bintil – bintil akar
berisi bakteri Rhizobium jafonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas
bebas (N2) dari udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004)
Batang kedelai berasal dari poros
janin sedangkan bagian atas poros berakhir dengan epikotil yang amat pendek dan
hypokotil merupakan bagian batang kecambah. Bagian batang kecambah di bagian
atas kotyledon adalah epicotyl. Titik tumbuh epikotyl akan membentuk daun dan
kuncup ketiak. Batang dapat membentuk 3–6 cabang, berbentuk semak dengan tinggi
30–100 cm. Pertumbuhan batang dibedakan atas tipe diterminate dan indeterminate (Lamina, 1989).
Daun kedelai merupakan daun majemuk
yang terdiri dari tiga helai anak daun dan umumnya berwarna hijau muda atau
hijau kekuning – kuningan. Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segitiga.
Warna dan bentuk daun kedelai ini tergantung pada varietas masing – masing.
Pada saat tanaman kedelai itu sudah tua, maka daun – daunnya mulai rontok (AAK,
1989)
Tanaman
kedelai memiliki bunga sempurna, yaitu dalam satu bunga terdapat alat kelamin
jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik). Bunga berwarna ungu atau
putih. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong. Di Indonesia tanaman
kedelai mulai berbunga pada umur 30–50 hari (Fachruddin, 2000)
Biji
kedelai berbentuk polong, setiap polong berisi 1–4 biji. Biji umumnya berbentuk
bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong. Ukuran biji berkisar antara 6 – 30g/100
biji, ukuran biji diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu biji kecil (6–10 g/100
biji), biji sedang (11–12 g/100 biji) dan biji besar (13 g atau lebih/100
biji). Warna biji bervariasi antara kuning, hijau,coklat dan hitam (Fachruddin,
2000)
Biji
– biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji (lesta) dan tidak mengandung
jaringan endosperm. Embrio terbentuk di antara keping biji.Bentuk biji pada
umumnya bulat lonjong, tetapi ada yang bundar dan bulat agak pipih, dengan
besar dan bobot biji kedelai antara 5–30g/100 biji (Lamina, 1989).
Syarat Tumbuh
Iklim
Kedelai adalah tanaman beriklim
tropik. Dia akan tumbuh subur di daerah yang berhawa panas, apalagi di tempat
yang terbuka tidak terlindung oleh tanaman lain (Sugeng, 1983).
Pertumbuhan
optimum tercapai pada suhu 20–25º C. Suhu 12–20º C adalah suhu yang sesuai bagi
sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses
perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan
biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30º C,fotorespirasi cenderung mengurangi
hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Kedelai dapat tumbuh baik di tempat
yang berhawa panas, ditempat – tempat yangterbuka dan bercurah hujan 100–400
mm3per bulan. Oleh karena itu, kedelai kebanyakan ditanam di daerah yang
terletak kurang dari 400 m di atas permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan
tumbuh baik, jika ditanam di daerah beriklim kering (Andrianto dan Indarto,
2004)
Tanah
Toleransi pH yang baik sebagai syarat
tumbuh yaitu antara 5,8–7, namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih
dapat tumbuh baik. Tanah – tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol,
latosol dan andosol. Pada tanah – tanah podzolik merah kuning dan tanah yang
mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila
diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004)
Biologi Ulat
Grayak (Spodoptera
litura F.)
Klasifikasi hama ulat grayak adalah sebagai berikut
: Kingdom : Animalia; Divisio : Arthoproda; Kelas : Insecta; Ordo :
Lepidoptera; Famili : Noctuidae; Genus : Spodoptera; Spesies : Spodoptera
litura F
(Embriani 2013)
Siklus Hidup
Telur
Telur
berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang tersusun 2
lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing berisi
25-500 butir) tertutup seperti beludru. Stadia telur berlangsung selama 3 hari
(Embriani, 2013)
Larva
Setelah
3 hari, telur menetas menjadi larva. Ulat yang keluar dari telur berkelompok
dipermukaan daun. Setelah beberapa hari, ulat mulai hidup berpencar. Panjang
tubuh ulat yang telah tumbuh penuh 50 mm. Masa stadia larva berlangsung selama
15-30 hari. Larva mempunyai warna bervariasi dan memiliki kalung (bulan sabit)
berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral
dorsal terdapat garis kuning (Halimah, 2010).
Pupa
Setelah
cukup dewasa, yaitu lebih kurang berumur 2 minggu, ulat mulai berkepompong.
Masa pupa berlangsung didalam tanah dan dibungkus dengan tanah. Setelah 9-10
hari kepompong akan berubah menjadi ngengat dewasa. Ulat berkepompong dalam
tanah, membentuk pupa tanpa tanah rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan
dengan panjang sekitar 1,6 cm (Hendrival dkk.,2013).
Imago
Serangga
dewasa berupa ngengat abu-abu, meletakkan telur secara berkelompok. Ukuran
tubuh ngengat betina 14 mm sedangkan ngengat jantan 17 mm Imago S. Litura
memiliki umur yang singkat. Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau
keperakan dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam (Bayu,
2013).
Gejala Serangan
Ulat
grayak aktif makan malam hari,meninggalkan epidermis atas dan tulang daun
sehingga daun yang terserang dari jauh terlihat berwarna putih. Larva yang
masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak sekelompok. Dengan
meninggalkan sisa-siasa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal
tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada dipermukaan bawah daun, umumnya
terjadi pada musim kemarau (Asmaliyah, 2010).
Selain pada daun, ulat dewasa makan
polong muda dan tulang daun muda, sedangkan pada daun yang tua,
tulang-tulangnya akan tersisa. Selain menyerang kedelai, ulat grayak juga
menyerang jagung, kentang, tembakau, kacang hijau, bayam dan kubis (Fitriani dkk.,2011).
Kerusakan daun yang diakibatkan
larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis
atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Larva instar lanjut merusak
tulang daun. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya tanaman. Serangan yang
ditimbulkan akan kelihatan daun transparan karena daging daun habis dimakan
(Bayu, 2013).
Biologi Musuh
Alami semut Rang-Rang (Oecophylla
smaragdina)
Kingdom: Animalia.
Filum: Arthropoda. Kelas: Insecta. Ordo: Hymenoptera. Famili: Formicidae.
Genus: Oecophylla. Spesies: Oecophylla smaragdina (Hufbauer , 2002).
Semut rangrang (Oecophylla
smaragdina) merupakan serangga eusosial (sosial sejati),
dan kehidupan koloninya sangat tergantung pada keberadaan pohon (arboreal). Seperti
halnya jenis semut lainnya, semut rangrang memiliki struktur sosial yang
terdiri atas:Ratu; betina, berukuran 20-25 mm, berwarna hijau atau coklat,
bertugas untuk menelurkan bayi-bayi semut.Pejantan; jantan, bertugas mengawini
ratu semut, dan ketika ia selesai mengawini ratu semut ia akan mati.Pekerja;
betina, berukuran 5-6 mm, berwarna orange dan terkadang kehijauan, bertugas
mengasuh semut-semut muda yang dihasilkan semut ratu. Prajurit; betina,
berukuran 8-10mm, umumnya berwarna oranye, memiliki kaki panjang yang kuat,
antena panjang dan rahang besar, bertugas menjaga sarang dari gangguan
pengacau, mencari dan mengumpulkan makanan untuk semua koloninya serta
membangun sarang (Brewer & Elliot, 2004).
Pesitisida
Nabati
Pestisida nabati adalah
pestisida yang bahan aktifnya berasal
dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau
buah.Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah
berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder
dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan
digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukanhal
yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu
sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh
belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (Afshari
dkk , 2009).
Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu
serangga hama dan penyakit melalui kerja yang unik, yaitu dapat melalui
perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat
spesifik diantaranya: Merusak
perkembangan telur, larva dan pupa, Menghambat
pergantian kulit, Mengganggu komunikasi serangga, Penolak makan,
Menghambat reproduksi serangga betina, Mengurangi nafsu makan, dan memblokir
kemampuan makan serangga (Halimah,
2010).
Biji sirsak (Annona
muricata) merupakan pestisida bahan alam yang menjanjikan untuk dikembangkan. Biji sirsak
mengandung bioaktif asetogenin yang
bersifat insektisidal dan penghambat makan (anti-feedant). Buah mentah, biji,
daun, dan akar sirsak mengandung senyawa kimia annonain yang dapat berperan
sebagai insektisida, larvasida, penolak serangga (repellent), dan anti-feedant
dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut (Sudarmo, 2005).
Bacillus
Thuringensis (Bt)
Bacillus
thuringiensis var. kurstaki telah diproduksi sebagai insektisida biologi dan
diperdagangkan dalam berbagai nama seperti Dipel, Sok-Bt, Thuricide, Certan dan
Bactospeine. Bacillus thuringiensis var. Israelensis diperdagangkan
dengan nama Bactimos, BMC, Teknar dan Vektobak. Jenis insektisida ini efektif untuk
membasmi larva nyamuk dan lalat (Sutanto, 2007).
Bakteri
Bacillus thuringiensis merupakan
bakteri yang dapat mengendalikan hama ulat daun, kumbang daun, dan kutu daun
pada tanaman holtikultura. Bakteri B.
thuringiensis cukup efektif untuk mengendalikan berbagai jenis hama
dari golongan lepidoptera, coleoptera, dan hemiptera (Badan
Agribisnis Departemen Pertanian, 1999).
Berasal
dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroorganisme yang
menyebabkan penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap
hewan-hewan lainnya maupun tumbuhan. Jenis mikroba yang akan digunakan sebagai
insektisida harus mempunyai sifat yang spesifik artinya harus menyerang
serangga yang menjadi sasaran dan tidak pada jenis-jenis lainnya (Sutanto, 2007).
Pada
saat ini hanya beberapa insektisida biologi yang sudah digunakan dan
diperdagangkan secara luas. Mikroba patogen yang telah sukses dan berpotensi
sebagai insektisida biologi salah satunya adalah Bacillus thuringiensis (Sumarno,
2003).
Jenis
insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal dari protozoa, Nosema
locustae, yang telah dikembangkan untuk membasmi belalang dan jengkerik.
Nama dagangnya ialah NOLOC, Hopper Stopper. Cacing yang pertama kali
didaftarkan sebagai insektisida ialah Neoplectana carpocapsae, yang
diperdagangkan dengan nama Spear, Saf-T-Shield. Insektisida ini digunakan untuk
membunuh semua bentuk rayap (Marzuki, 2007).
Reaksi toksisitas terhadap serangga
dari δ-endotoksin dan strainB. thuringiensis terhadap serangga
tampaknya juga sangat bervariasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Heimpel
dan rekannya (1959 dan 1967) terhadap serangga Lepidoptera menunjukkan adanya
respon yang berbeda terhadap δ-endotoksin (Sutanto, 2007).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan
Pelaksanaan
percobaan dilaksanakan di lahan percobaan Laboratorium Pengendalian Hama dan
Penyakit Terpadu Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan pada ketinggian ±25 meter diatas permukaan laut.
Percobaan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015.
Bahan dan Alat
Adapun
bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kain kasa digunakan untuk
sungkup, tanaman kacang kedelai (Glycine
max L. (Merrill))
sebagai tanaman percobaan, ulat grayak sebagai hama yang dikendalikan, daun sirsak sebagai pestisida
nabati, semut Rang-Rang (Oecophylla smaragdina), air sebagai pelarut pestisida
nabati, bambu sebagai fondasi sungkup, label sebagai penanda perlakuan.
Adapun alat yang digunakan pada
praktikum ini adalah cangkul untuk mengolah tanah, parang untuk menyiangi
gulma, sprayer digunakan untuk menyemprot pestisida nabati, plang untuk menandai lahan, buku data
digunakan untuk tempat menulis data, alat tulis digunakan untuk menulis data,
kamera untuk dokumentasi.
PELAKSANAAN PERCOBAAN
Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan dibersihkan
dari gulma di permukaan tanah. Dibuat parit pada lahan di antara satu plot
dengan plot lain yang berfungsi sebagai saluran drainase agar air tidak
tergenang.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah
campuran antara topsoil + pasir kemudian dimasukkan ke dalam polybag ukuran 5
kg sesuai dengan perlakuan masing-masing.
Persiapan Bibit
Bibit yang digunakan
adalah bibit kedelai (Glycine max L. (Merrill)).
Penanaman
Bibit
Penanaman bibit dilakukan dalam
polybag ukuran 5 kg, bibit kacang kedelai ditanam dalam polybag, kemudian
ditempatkan di lahan. Bibit ditanam 1 per polybag.
Introduksi Hama
Hama ulat grayak yang
telah didapatkan diletakkan di tanaman yang akan dijadikan pengamatan dan
disungkup untuk menghindari hama keluar dari tanaman.
Pembuatan
Pesitisida Nabati
Pesitisida
Nabati yang digunakan adalah daun sirsak(Annona muricata) yang
diparut dan di cairkan dengan air sesuai dosis yang diinginkan.
Pemeliharaan
Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari
pada sore hari dan disesuaikan dengan kondisi tanahnya.
Penyiangan
Penyiangan
dilakukan setiap minggunya dengan cara mencabut gulma yang tumbuh pada polybag.
Aplikasi Perlakuan
Pesitisida Nabati
Pestisida nabati yang
telah dibuat diaplikasikan ke
tanaman
dicairkan dengan air sesuai dengan dosis yang diinginkan untuk mengendalikan
hama.
Musuh Alami
Predator yang digunakan
adalah semut Rang-Rang(Oecophylla smaragdina)yang diaplikasikan untuk mengetahui
potensisemut Rang-Rangdalam mengendalikan hama ulat grayak.
Bt (Bacillus turingensis)
Bacillus turingensisdiaplikasikan
diletakkan pada tanaman untuk mengetahui potensi bt dalam mengendalikan hama
ulat grayak.
Pengamatan
Parameter
Mortalitas
Diukur hama yang mati setelah
dilakukan semua perlakuan.
Hasil
No
|
Tanggal
|
Perlakuan
|
Mortalitas
|
Keterangan
|
Foto
|
|||
1
|
26 Nov 2015
|
Kontrol
|
0/5
x 100%= 0%
|
- Tanaman segar daun
berlubang dan ulat belum ada yang mati
|
||||
Pestisida
Nabati
|
0/5
x 100% = 0%
|
-Ulat masih hidup, pemberian pestisida
nabati belum menunjukkan pengaruh yang nyata
|
||||||
Musuh alami
|
0/5
x 100% = 0%
|
-Pemberian musuh alami belum menunjukkan pengaruh
sehingga belum ada hama yang mati
|
||||||
Bt
|
0/5
x 100% = 0%
|
Pemberian BT belum menunjukkan pengaruh sehingga
belum ada hama yang mati
|
||||||
2
|
27 Nov 2015
|
Kontrol
|
0/5
x 100%= 0%
|
-Kerusakan pada daun sudah terlihat, rusak di bagian pinggirnya. Hama
yg mati berjumlah 0
|
||||
Pestisida
Nabati
|
1/5
x 100% = 20%
|
-Pemberian pestisida
nabati sudah menunjukkan pengaruh. Hama yang mati berjumlah 1 ekor
|
||||||
Musuh alami
|
1/5 x
100% = 20%
|
- Pemberian musuh alami sudah menunjukkan pengaruh.
Hama yang mati berjumlah 1 ekor
|
||||||
Bt
|
1/5 x
100% = 20%
|
Pemberian BT sudah menunjukkan pengaruh. Hama yang
mati berjumlah 1 ekor
|
||||||
3
|
30 Nov 2015
|
Kontrol
|
1/5 x
100% = 20%
|
-Banyak
daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 1 ekor
|
||||
Pestisida
Nabati
|
2/5
x 100% = 40%
|
-
Sedikit daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 2 ekor
|
||||||
Musuh alami
|
3/5
x 100% = 60%
|
-
Banyak daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 3 ekor
|
||||||
Bt
|
2/5
x 100% = 40%
|
Banyak
daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 2 ekor
|
||||||
4
|
1 Des 2015
|
Kontrol
|
1/5 x
100% = 20%
|
-Banyak
daun yang sobek
-Dibekas
Sobekan terdapat kuning-kuning seperti terbakar
-Hama mati berjumlah 1 ekor
|
||||
Pestisida
Nabati
|
3/5
x 100% = 60%
|
- Sedikit daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 3 ekor
|
||||||
Musuh alami
|
3/5
x 100 % = 60%
|
-
Banyak daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 3 ekor
|
||||||
Bt
|
3/5
x 100 % = 60%
|
- Banyak daun
yang robek dan
hama yang mati berjumlah 3 ekor
|
||||||
5
|
2 Des 2015
|
Kontrol
|
2/5 x
100% = 40%
|
-Sobekan
daun semakin melebar
-Hama yang mati berjumlah 2 ekor
|
||||
Pestisida
Nabati
|
4/5 x
100% = 80%
|
- Sedikitdaun yang robek dan hama yang mati berjumlah 4 ekor
|
||||||
Musuh Alami
|
4/10
x 100% = 80%
|
-
Banyak daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 4 ekor
|
||||||
Bt
|
4/5
x 100% = 80%
|
- Banyak daun
yang robek dan
hama yang mati berjumlah 4 ekor
|
||||||
6
|
3 Des 2015
|
Kontrol
|
2/5 x
100%= 40%
|
--Sobekan
daun semakin melebar
-Hama yang mati berjumlah 2 ekor
|
||||
Pestisida
Nabati
|
5/5 x
100% = 100%
|
- Sedikit daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 5 ekor
|
||||||
Musuh alami
|
4/5
x 100% = 80%
|
-
Banyak daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 4 ekor
|
||||||
Bt
|
4/5
x 100% = 80%
|
- Banyak daun
yang robek dan
hama yang mati berjumlah 4 ekor
|
||||||
7
|
4 Des 2015
|
Kontrol
|
3/5 x
100%= 60%
|
-Sobekan
daun semakin melebar
-Hama yang mati berjumlah 3 ekor
|
||||
Pestisida
Nabati
|
5/5 x 100% = 100%
|
- Sedikitdaun yang robek dan hama yang mati berjumlah 7 ekor
|
||||||
Musuh alami
|
5/5 x
100% = 100%
|
-
Banyak daun yang robek dan hama yang mati berjumlah 5 ekor
|
||||||
Bt
|
5/5 x 100% = 100%
|
- Banyak daun
yang robek dan
hama yang mati berjumlah 6 ekor
|
Pembahasan
Berdasarkan
data yang telah diamati pada hari pertama pengamatan yaitu pada tanggal 26 November 2015
didapatkan pada perlakuan kontrol mortalitas hama 0%, pada perlakuan pestisida
nabati mortalitas 0%, dan perlakuan Bt
mortalitas
0%. Hal ini dikarenakan pada setiap perlakuan belum terjadi efek dari
perlakuan. Hal ini sesuai dengan literatur Permadi, 1993 dalam Liliek (2010) yang menyatakan bahwa konsep
perlindungan tanaman ditujukan kepada Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang
bertujuan untuk mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia sehingga dapat
menghasilkan produk pertanian yang bebas bahan kimia seperti pestisida dan
pupuk kimia.
Berdasarkan data yang telah diamati
pada hari kedua pengamatan
yaitu pada tanggal 27
November 2015 didapatkan pada perlakuan kontrol mortalitas hama 0%, pada
perlakuan pestisida nabati mortalitas 20%
perlakuan musuh alami mortalitas
20% dan Bt mortalitas 20%. Hal ini dikarenakan pemberian pestisida nabati telah
berpengaruh terhadap siklus hidup hama. Hal
ini sesuai dengan literatur Halimah (2010)
yang menyatakan bahwa hal
ini dikarenakan pestisida nabati
dapat
membunuh atau mengganggu serangga hama dan penyakit melalui kerja yang unik,
yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Berdasarkan data yang telah diamati
pada hari ketiga
pengamatan yaitu pada tanggal 30
November 2015 didapatkan pada perlakuan kontrol mortalitas hama 20%, pada perlakuan
pestisida nabati mortalitas 40%
perlakuan musuh alami mortalitas
40% dan Bt mortalitas 40%.
Hal ini dikarenakan semut rangrang
memiliki mobilitas yang tinggi dalam memangsa. Hal ini sesuai dengan literatur Halimah (2010)
yang menyatakan bahwa semut rangrang
mendekati hama dengan pelan-pelan, lalu menangkap dan memangsanya.
Berdasarkan data yang telah diamati pada
hari keempat pengamatan yaitu pada
tanggal 1 Desember 2015 didapatkan perlakuan
kontrol mortalitas hama 20%,
pada perlakuan pestisida nabati mortalitas 60%
perlakuan musuh alami mortalitas
60% dan Bt mortalitas 60%.
Hal ini dikarenakan Bt merupakan
bakteri yang efektif mengendalikan hama ulat daun pada tanaman kedelai. Hal
ini sesuai dengan literaturBadan
Agribisnis Departemen Pertanian(1999) yang
menyatakan bahwa Bakteri
Bacillus thuringiensis merupakan
bakteri yang dapat mengendalikan hama ulat daun, kumbang daun, dan kutu daun
pada tanaman holtikultura.
Berdasarkan data yang telah diamati
pada hari kelima pengamatan
yaitu pada tanggal 2 Desember 2015
didapatkan perlakuan kontrol mortalitas hama 40%, pada perlakuan pestisida nabati
mortalitas 60%
perlakuan musuh alami mortalitas
80% dan Bt mortalitas 80%.
Hal ini dikarenakan semut rangrang
memiliki mobilitas yang tinggi dalam memangsa. Hal ini sesuai dengan literatur Halimah (2010)
yang menyatakan bahwa semut rangrang
mendekati hama dengan pelan-pelan, lalu menangkap dan memangsanya.
Berdasarkan data yang telah diamati pada
hari keenam pengamatan yaitu pada
tanggal 3 Desember 2015 perlakuan kontrol
mortalitas hama 40%,
pada perlakuan pestisida nabati mortalitas 50%
perlakuan musuh alami mortalitas
80% dan Bt mortalitas 80%.
Hal ini dikarenakan pemberian pestisida nabati telah
berpengaruh terhadap siklus hidup hama. Hal
ini sesuai dengan literatur Halimah (2010)
yang menyatakan bahwa hal
ini dikarenakan pestisida nabati
dapat
membunuh atau mengganggu serangga hama dan penyakit melalui kerja yang unik,
yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal.
Berdasarkan data yang telah diamati pada
hari ketujuh pengamatan yaitu pada
tanggal 4 Desember 2015 perlakuan kontrol
mortalitas hama 60%,
pada perlakuan pestisida nabati mortalitas 100%
perlakuan musuh alami mortalitas 100% dan Bt mortalitas 100%.
Hal ini dikarenakan pemberian pestisida nabati telah
berpengaruh terhadap siklus hidup hama. Hal
ini sesuai dengan literatur Halimah (2010)
yang menyatakan bahwa hal
ini dikarenakan pestisida nabati
dapat
membunuh atau mengganggu serangga hama dan penyakit melalui kerja yang unik,
yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal.
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang
dilakukan perlakuan yang paling terbaik untuk mengendalikan populasi hama ulat
grayak (Spodoptera litura) adalah
dengan menggunakan pestisida nabati
dari ekstrak daun sirsak. Hal ini dikarenakan dapat
bekerja secara spesifik yang dapat merusak atau menghambat perkembangan hama
utama. Hal ini sesuai dengan literatur Halimah (2010) yang menyatakan
bahwa cara kerja
pestisida nabati sangat spesifik
diantaranya: merusak perkembangan telur, larva dan pupa, menghambat pergantian kulit, mengganggu komunikasi
serangga, Penolak makan, menghambat reproduksi serangga betina, mengurangi
nafsu makan, dan memblokir kemampuan makan serangga.
KESIMPULAN
1. Hari
pertama pengamatan diperoleh data
mortalitas perlakuan kontrol 0%, pestisida nabati 0%, musuh alami 0% dan perlakuan Bt 0%.
2. Hari
kedua pengamatan diperoleh data mortalitas perlakuan
kontrol 0%, pestisida nabati 20%, musuh alami 20%
dan perlakuan Bt 20%.
3. Hari
ketiga pengamatan diperoleh data mortalitas perlakuan
kontrol 0%, pestisida nabati 40%, musuh alami 60%
dan perlakuan Bt 40%.
4. Hari
keempat pengamatan diperoleh data mortalitas perlakuan
kontrol 20%, pestisida nabati 60%, musuh alami 60%
dan perlakuan Bt 60%.
5. Hari
kelima pengamatan diperoleh data mortalitas perlakuan
kontrol 40%, pestisida nabati 60%, musuh alami 80%
dan perlakuan Bt 80%.
6. Hari
keenam pengamatan diperoleh data mortalitas perlakuan
kontrol 40%, pestisida nabati 100%, musuh alami 80%
dan perlakuan Bt 80%.
7. Hari
ketujuh pengamatan diperoleh data mortalitas perlakuan
kontrol 60%, pestisida nabati 100%, musuh alami 100%
dan perlakuan Bt 100%.
8. Pestisida nabati mempunyai efektivitas yang baik dalam
menegndalikan populasi ulat grayak (Spodoptera
litura) pada tanaman kedelai
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 1989. Kedelai. Kanisius. Yogyakarta
Afshari, A.,
Soleiman-Negadian, E., Shishebor P. 2009. Population density and spatial distribution of Aphis gossypii Glover
(Homoptera: Aphididae) on cotton
in Gorgan, Iran. J. Agric. Sci. Technol. 11:27-38.
Andrianto, T. T., dan N. Indarto., 2004.
Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai,
Kacang Hijau, Kacang Panjang. Absolut, Yogyakarta.
Anshary,
A. 2009. Ulat Grayak (Teknik Pengendaliannya yang Ramah Lingkungan).
Universitas Tadulako, Palu.
Arifin,
M. 2010. Alternatif Taknologi Pengendalian Ulat Grayak Pada Kedelai Dengan
Berbagai Jenis Insektisida Biorasional. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Asmaliyah, 2010. Strategi Peningkatan
Produksi Kedelai di Indonesia. Jurnal Ilmiah Tambua. Vol VIII No. 1 : 39-45
Badan Agribisnis Departemen
Pertanian. 1999. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan
Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kanisius. Yogyakarta
Bayu,
A. N. 2013. Pengenalan dan Pengendalian Hama Ulat Grayak Pada Pada Kapas BBPPTP
Surabaya, Surabaya.
Brewer, M.J., Elliot, N.C. 2004.
Biological control of cereal aphids in North America and mediating effects of host plant and habitat
manipulations. Annu. Rev.Entomol 49: 219-42
Elita,
F. 2010. Pemberian Berbagai Konsentrasi Nuclear Polyhedrosis Virus Untuk
Mengendalikan Hama Ulat Grayak dan Pengaruhnya Pada Tanaman Kacang Kedelai.
Universitas Riau, Riau.
Embriani.
2012. Status Ulat Grayak (Spodoptera
litura) Sebagai BBPPTP Surabaya, Surabaya.
Embriani.
2013. Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura). BBPPTP Surabaya, Surabaya.
Fachruddin, L., 2000. Budidaya Kacang –
Kacangan. Kanisius, Yogyakarta.
Halimah.
2010. Pengaruh Biopestisida Untuk Mengendalikan Ulat Grayak Pada Tanaman
Tembakau di Rumah Kaca. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hendrival,
Latifah dan Rega, B. 2013. Perkembangan Spodoptera
litura Pada Kedelai. Universitas Malikulsalih, Banda Aceh.
Hufbauer, R.A., 2002. Aphid
Population Dynamics: Does Resistance to Parasitism
Influence Population Size?. Ecological Entomology 27, 25-32.
Marzuki, R. 2007. Bertanam Kacang Tanah. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Meidalima,
D. 2014. Perkembangan Populasi Ulat Grayak (Spodoptera
Litura (F.)) Pada Kedelai Di
Laboratorium. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Sriwigama Palembang.
Rubatzky, V. E.
and Yamaguchi., 1998. World Vegetables Van Nostrand Reinhold A division of
International Thompson Publishing
Sudarmo, S. 2005.Pestisida nabati dan
Pemanfaatannya.Kanisius.Yogyakarta.
Sugeng, H. R., 1983. Bercocok Tanam
Palawija. Aneka Ilmu, Semarang
Sumarno. 2003. Teknik Budidaya Kacang Tanah. Sinar Baru Algensindo.
Supartono, 2006. Teknik Persilangan
untuk Perakitan Varietas Unggul Baru. Buletin
Teknik Pertanian ( II ) : 76-80
Sutanto, R. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Konsep dan Kenyataan.
Yogyakarta: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar